Kamis, 19 Agustus 2010 05:17
PERNYATAAN SIKAP FORUM SOLIDARITAS KEBEBASAN BERAGAMA
PERNYATAAN SIKAP
Indonesia merupakan negara majemuk, terdiri dari berbagai suku bangsa, agama maupun aliran kepercayaan yang merasa senasib untuk membentuk suatu negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kemajemukan dalam wujud Berbhineka Tunggal Ika ini merupakan kekayaan yang harus dipelihara sebagai alat persatuan bangsa, sebagaimana yang dicita-citakan dan diperjuangkan para pendiri bangsa kita. Dengan kemajemukan ini, tentunya negara berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk melindungi dan menghormati setiap unsur-unsur pembentuk kemajemukan, termasuk didalamnya kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan sebagai Hak Asasi Manusia yang sangat fundamental.
Tetapi kenyataan menunjukkan hal lain karena negara tidak konsisten memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak atas kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan bagi warganya. Hal ini dapat dilihat dari eskalasi penutupan, penyegelan dan penyerangan terhadap rumah ibadah yang dilakukan oleh negara dan non-negara, yang disebut dengan kelompok-kelompok vigilante (kelompok yang melakukan kekerasan dengan mengambil alih fungsi penegakan hukum). Dalam laporan Setara Institute pada siaran pers tanggal 26 Juli 2010 menyatakan bahwa sejak memasuki tahun 2010, eskalasi penyerangan terhadap rumah ibadah, khususnya jemaat Kristiani terus meningkat jika dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, terdapat 17 tindakan, pada tahun 2009 terdapat 18 tindakan pelanggaran-pelanggaran yang menyasar Jemaat Kristiani dalam berbagai bentuk, tahun 2010 antara Januari - Juli terdapat 28 kasus yang sama. Berdasarkan catatan Persekutuan Gereja- Gereja di Indonesia (PGI), ada 16 kasus pelarangan beribadah dan penutupan gereja dan lembaga Kristiani tahun 2010.
Selain itu, rumah ibadah dan bangunan-bangunan pemeluk agama/keyakinan lainnya mengalami hal yang sama misalnya, pembongkaran rumah ibadah Ahmadiyah di Bogor, pembatasan ibadah jemaat Ahmadiyah di Tasikmalaya hingga pada Surat Perintah Bupati Kuningan, H. AANG HAMID SUGANDA untuk menyegel rumah ibadah Ahmadiyah pada bulan Juli 2010 di Manis Lor, Kuningan, Jawa Bara dan kasus penutupan/penyegelan rumah ibadah pemeluk agama lainnya.
Kasus terakhir menimpa Jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Indah di Kelurahan Mustika Jaya, Bekasi Timur. Gereja ini telah berdiri selama kurang lebih 20 tahun, dan dalam kurun waktu yang sama berupaya mendirikan gedung Peribadatan / Gereja. Tetapi kenyataanya, negara melakukan ketidakadilan terhadap gereja tersebut karena rumah ibadahnya disegel Walikota Bekasi, MOCHTAR MOHAMMAD pada tanggal 01 Maret 2010 dan tanggal 20 Juni 2010, dengan alasan hanya karena adanya penolakan dari sekelompok masyarakat. Kejadian menyedihkan kembali dialami jemaat gereja tersebut dalam beberapa Minggu terakhir (11 Juli 2010, 18 Juli 2010, 25 Juli 2010, 01 Agustus 2010, 08 Agustus 2010), sekelompok massa (vigilante) berusaha menghalang-halangi bahkan melakukan penyerbuan dan kekerasan terhadap jemaat yang sedang melakukan ibadah di tanah milik gereja itu sendiri, yang terletak di Kampung Ciketing, RT 03/RW 06, Pondok Indah Timur, Bekasi Timur, Jawa Barat. Akibatnya, puluhan jemaat yang sebagian besar dari kaum perempuan menderita luka-luka, ironisnya tangisan dan jeritan warga jemaat menjadi tontonan aparat kepolisian yang datang dengan jumlah besar, yang semestinya memberikan pengamanan dan cenderung membiarkan aksi kekerasan berlangsung.
Problematika kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan sebagaimana diuraikan di atas merupakan puncak gunung es, artinya bahwa kasus-kasus di atas hanya sebagian dari berbagai permasalahan yang ada. Kenyataan ini menunjukkan bahwa negara telah mengingkari nilai-nilai Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika yang mengakui dan menghargai keberagaman (pluralisme) sebagaimana dicita-citakan dan diperjuangkan para pendiri negara. Dalam ini juga negara gagal mengikat keseluruhan keberagaman (perbedaan-perbedaan) menjadi suatu persatuan.
Berbicara mengenai hak asasi manusia, dalam hal ini Negara, utamanya Pemerintah telah mengingkari Konstitusi dan peraturan hukum lainnya yang mengakui eksistensi hak atas kebebasan beribadah, beragama, dan berkeyakinan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 jo. Pasal 22 Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia jo. Pasal 18 UU. No. 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik jo pasal 18 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Secara khusus perlu ditegaskan bahwa hak beribadah secara sendiri-sendiri atau bersama-sama di tempat tertutup atau terbuka merupakan hak asasi manusia yang dijamin dalam Konstitusi dan peraturan hukum lainnya sebagaimana disebutkan di atas.
Di sisi lain, perlu juga ditegaskan bahwa penutupan/penyegelan rumah ibadah selain melanggar hak konstitusional warga negara, dari segi kebijakan publik menunjukkan adanya kekeliruan dan kesalahan mendasar karena hal tersebut merupakan bentuk intervensi negara terhadap hak privasi warga negara. Semestinya negara lebih fokus mengurus persoalan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, petani dan pertanian, nelayan, buruh, kaum miskin kota dan kelompok-kelompok lemah lainnya.
Refleksi Hari Kemerdekaan 17 Agustus
Hari Kemerdekaan 17 Agustus, yang akan kita rayakan beberapa hari lagi menjadi momentum tepat untuk merefleksikan eksistensi kemerdekaan yang diperjuangkan para pendiri bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan golongan. Momentum ini juga sangat tepat untuk melihat berbagai permasalahan kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan bagi pemeluk agama tertentu, sekaligus mempertanyakan eksistensi 65 tahun kemerdekaan, benarkah kita sudah merdeka? Hari Kemerdekaan 17 Agustus ini merupakan momentum tepat untuk menemukan kembali kemerdekaan yang hakiki bagi setiap warga negara, khususnya hak atas kebebasan beribadah, beragama, dan berkeyakinan.
Hari Kemerdekaan 17 Agustus seharusnya juga menjadi pembelajaran bagi negara untuk dapat memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak warga negara dalam melaksanakan ibadahnya, agamanya dan keyakinannya. Tanggung jawab ini dapat dilakukan dengan membuat aturan hukum dan kebijakan yang menciptakan rasa aman bagi warga negara dalam melaksanakan ibadah, agama dan keyakinannya. Ini merupakan amanat hukum dan HAM, yaitu bahwa negara mempunyai kewajiban pokok terhadap Hak Asasi warga negara yaitu: melindungi (to protect), memenuhi (to fulfill) dan menghormati (to respect) hak asasi warga negara, dimana hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan turut di dalalamnya.
Didasarkan pada uraian diatas, kami FORUM SOLIDARITAS KEBEBASAN BERAGAMA menyatakan sikap kami sebagai berikut:
1. Negara dalam hal ini Pemerintah, terutama Presiden harus bertanggung jawab untuk menjamin hak-hak warga negara untuk beribadah, beragama dan berkeyakinan yang merupakan Hak Asasi yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable rights),sesuai dengan UUD 1945, UU. No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU. Nomor. 12 Tahun 20005 Tentang Ratifikasi Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
2. Negara harus menindak tegas terhadap tindakan kekerasan atas nama agama yang dilakukan oleh kelompok-kelompok vigilante /ormas radikal terterhadap penganut agama tertentu.
3. Negara harus mencabut peraturan perundang-undangan yang diskriminatif, yang membelenggu hak atas kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan.
4. Negara seharusnya mengurus kepentingan publik, seperti masalah kemiskinan, pengangguran, buruh, petani, nelayan, kaum miskin kota dan kelompok-kelompok lemah lainnya, bukan mengurus urusan keagamaan yang merupakan ranah privat (pribadi)
Jakarta, 15 Agustus 2010
21 September 2010
Negara dan Kebebasan Beragama
• Oleh Abu Rokhmad
Menafsirkan ajaran agama secara anarkis tanpa melihat rambu-rambu ilmu, hukum, dan sosial dapat berpotensi menimbulkan benturan antarmasyarakat
ISTILAH aliran sesat, ajaran menyimpang, atau gerakan sempalan, sudah lama populer di lndonesia. Sebutan ini lazim dikenakan kepada orang, jamaah, aliran, atau pikiran yang dianggap aneh alias menyimpang dari akidah, ibadah, amalan, atau pendirian mayoritas umat. Karena itu, kajian tentang aliran sesat atau gerakan sempalan selalu bertolak dari suatu pengertian tentang ortodoksi atau mainstream (aliran induk).
Tanpa ortodoksi, takkan ada sempalan. Jadi, gerakan sempalan adalah aliran yang menyimpang atau memisahkan diri dari ortodoksi. Karena menyempal maka dihinakan sebagai aliran sesat dan ajarannya dianggap menyimpang. Untuk memudahkan pemahaman tesis ini, sebutlah contohnya Jamaah Ahmadiyah.
Mereka dianggap menyimpang dari aliran induk. Ajarannya sedikit berbeda tapi sangat krusial bagi aliran induk. Misalnya aliran induk mengatakan bahwa Muhammad SAW adalah nabi dan utusan terakhir, sedang Ahmadiyah berpendapat tidak demikian. Karena perbedaan itulah, mereka dianggap sesat. Lantas apa dan siapa yang salah? Bagaimanakah sejatinya kebebasan beragama?
Apa yang menimpa Ahmadiyah dapat ditarik sebagai masalah kebebasan beragama. Pejuang dan aktivis HAM selalu berdalih bahwa setiap orang bebas meyakini dan menafsirkan ajaran agamanya. Adalah HAM-nya warga Ahmadiyah untuk meyakini seperti itu. Di sisi lain, muncul kritik tajam bahwa HAM tidak identik dengan perilaku semau gue. Kebebasan beragama dan berkeyakinan harus menghindari penghinaan dan penodaan terhadap keyakinan orang lain.
Semua persoalan yang menyangkut kebebasan beragama dan berkeyakinan tidak mudah diselesaikan. Buktinya, kekerasan atas nama agama dan pemaksaan berkeyakinan masih menjadi fenomena rutin di negeri ini. Setidaknya ada tiga faktor yang membuat implementasi kebebasan beragama tidak mudah dilakukan.
Pertama, perbedaan definisi tentang apa yang dimaksud dengan kebebasan beragama dan keyakinan itu? Jika yang dimaksud adalah kebebasan untuk memeluk atau tidak memeluk suatu agama tertentu, hemat saya tidak menjadi masalah. Begitu pun bila yang dimaksud adalah kebebasan untuk membuat agama baru dan meyakininya sebagai agama yang benar, hemat saya juga tidak masalah.
Wajib Menegakkan Kedua, perbedaan definisi tentang HAM. Apakah HAM identik dengan kebebasan sebebas-bebasnya, sehingga setiap orang bebas dan berhak mengaku sebagai tuhan, rasul, dan nabi yang sedang menyampaikan risalah kepada manusia. Kebebasan beragama yang diyakini seperti ini adalah bagian dari HAM yang anarkis; identik dengan kehidupan di rimba raya. Padahal, masyarakat yang lain juga memiliki HAM yang perlu dihormati pula.
Ketiga, apa yang dimaksud dengan melindungi HAM sama saja artinya dengan melanggar sebagian HAM milik orang lain. Batas-batas HAM yang dimiliki setiap orang adalah ketika kebebasan beragama dan keyakinannya telah membuat orang lain (yang seagama dengannya) merasa tidak nyaman dan terganggu karenanya.
Tiga faktor di atas perlu dituntaskan pembahasannya agar kasus yang menimpa Ahmadiyah tidak terulang kembali. Menafsirkan ajaran agama secara anarkis tanpa melihat rambu-rambu ilmu, hukum dan sosial berpotensi menimbulkan benturan antarmasyarakat. Menafsir tentang ajaran jihad dan menyimpulkan bahwa semua orang yang menentang Islam dicap kafir dan halal darahnya adalah HAM bagi yang meyakininya. Keyakinan seperti ini pasti tidak semua orang setuju.
Dalam masalah agama dan hal-hal yang berhubungan dengannya, peran negara sesungguhnya diatur secara jelas dalam konstitusi,’’Negara menjamin kebebasan warganya menjalankan agama dan kepercayaannya masing-masing’’. Secara filosofis, jaminan ini adalah komitmen dan janji agung negara kepada warganya yang wujud konkretnya berupa disusunnya berbagai peraturan organik dan kesediaan aparatus negara mengimplementasikannya.
Dengan kata lain, sepanjang kebebasan beragama dan berkeyakinan seseorang atau kelompok tidak mengganggu kebebasan beragama dan berkeyakinan orang atau kelompok lain, maka negara tidak boleh ikut campur di dalamnya. Namun, ketika kebebasan beragama telah menimbulkan masalah di masyarakat, maka negara wajib menegakkan hukum yang berlaku. (10)
— Doktor H Abu Rokhmad MA, dosen IAIN Walisongo Semarang
Potret Buram Kebebasan Beragama
Oleh Saidiman Ahmad
Negara yang absen dalam perlindungan hak atas kebebasan beragama menjadi pintu gerbang pelbagai bentuk tindakan kekerasan dan diskriminatif terhadap penganut-penganut agama minoritas. Hal ini berkali-lipat menjadi lebih buruk ketika ternyata negara tidak sekedar absen memberi perlindungan, melainkan juga secara aktif melakukan tindakan pelanggaran.
Bagaimana merumuskan kehidupan keagamaan di Indonesia memang telah menjadi perdebatan yang tak kunjung selesai. Ketidakselesaian pembahasan itu tentu bukan khas Indonesia. Hampir seluruh negara di muka bumi ini mengalami persoalan yang sama: belum selesai merumuskan kehidupan beragama.
Beberapa Kemajuan
Namun di tengah proses yang terus berjalan itu, harus diakui bahwa Indonesia mengalami sejumlah kemajuan penting. Amandemen Undang-undang Dasar 1945 secara tegas memasukkan unsur kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pada pasal 28 E ayat 1, 2 dan 3, pasal 28 I ayat 1 dan 2, dan pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menyatakan tentang kebebasan warga negara untuk meyakini dan menjalankan keyakinannya masing-masing.
Pada tahun 2005, Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik melalui UU No.12/2005. Kovenan ini jelas menunjukkan dukungan terhadap gagasan mengenai kebebasan beragama. Pasal 18 kovenan ini menjelaskan konsep mengenai kebebasan beragama.
Pada 25 November 1981, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)—di mana Indonesia adalah salah satu anggotanya—mengeluarkan resolusi Sidang Umum PBB No.36/55/1981 tentang Declaration of the Elimination of All Forms of Intolerance and of Discrimination Based on Religion or Belief. Deklarasi ini memberi dukungan kebebasan beragama secara luas baik dalam bentuk keyakinan maupun ekspresi keyakinan berupa ibadah, pendirian rumah ibadah, pendirian komunitas, dakwah, dan penyebaran gagasan melalui pelbagai media.
Perangkat hukum lain yang menjamin kebebasan beragama adalah UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 4 UU ini menyebutkan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Pada pasal 22 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Diskriminasi Konstitusional
Meski mengalami kemajuan, tetapi kemajuan itu sangat terasa tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang secara konsisten memberi pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, khususnya tentang hak atas kebebasan beragama. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, misalnya, baru diratifikasi pada tahun 2005, padahal kovenan ini telah ada sejak 1966.
Hal lain yang cukup merisaukan adalah masih adanya sejumlah perangkat UU yang diskriminatif. UU diskriminatif yang paling banyak disorot, dalam hubungannya dengan kebebasan beragama, adalah UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. UU ini pada mulanya adalah Penetapan Presiden Tahun 1965 yang kemudian statusnya diangkat menjadi UU pada tahun 1969. Pasal 1 UU tersebut menyatakan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Implikasi UU No. 1/PNPS/1965 ini adalah tercantumnya delik hukum pada pasal 156 a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pemidanaan lima tahun penjara bagi siapapun yang di muka hukum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan (a) yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia (b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Gugatan Judicial Review yang dilakukan oleh sejumlah tokoh dan LSM terhadap UU No. 1/PNPS/1965 mengalami beberapa benturan konstitusional yang cukup serius. Di samping pencantuman gagasan kebebasan beragama, Konstitusi ternyata juga secara eksplisit mengandung unsur yang melegitimasi pembatasan kebebasan beragama. Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 menyebutkan: “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Di atas segalanya, dasar negara, Pancasila, sebenarnya sejak mula telah mencantumkan sila diskriminatif dan pembatasan kebebasan beragama. Sila pertama Pancasila secara tegas menyatakan: “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sila diskriminatif ini kemudian dipertegas oleh pasal 29 ayat 1 UUD 1945: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi pada 2005 juga tidak tanpa masalah. Pasal 18 ayat 3 Kovenan tersebut menyatakan: “Kebebasan untuk mengejewantahkan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum dan apabila diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.” Dengan demikian, kovenan ini membuka kemungkinan bagi pembatasan kebebasan beragama setidaknya pada lima alasan: (1) keamanan (public safety), (2) ketertiban (public order), (3) kesehatan (public health), (4) moral (public moral) dan (5) hak-hak atas kebebasan orang lain.
Fakta Kekerasan
Sepintas lalu tampak bahwa semua instrumen perundang-undangan di atas tidak memiliki persoalan pada hak sipil mengenai kebebasan beragama. Ketertiban sosial, misalnya, bahkan sangat diperlukan untuk penegakan hukum. Hanya pada kondisi di mana hukum dihormatilah kebebasan beragama bisa tercapai. Dan hanya pada kondisi normal dan stabillah penegakan hukum bisa diwujudkan.
Laporan indeks kebebasan beragama yang dilakukan sejumlah lembaga beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa persoalan kebebasan beragama justru bermula dari pendefinisian mengenai ketertiban, keamanan, dan moral sosial, juga beberapa kali dengan alasan untuk melindungi hak-hak kebebasan orang lain. Sejumlah kasus kriminalisasi terhadap kelompok minoritas dan agama-agama baru justru terjadi di atas argumen bahwa keyakinan kelompok-kelompok tersebut telah meresahkan warga dan berpotensi menimbulkan konflik sosial. UU No. 1/PNPS/1965 secara nyata digunakan dalam sejumlah bentuk kriminalisasi atas kebebasan beragama. Kasus-kasus seperti Lia Eden, Ahmadiyah, Salat Bersiul dan semacamnya dijatuhi hukuman pidana berdasarkan UU ini. Dan yang lebih mengerikan adalah bahwa UU ini telah digunakan oleh sejumlah elemen masyarakat untuk melakukan kekerasan tanpa memperoleh tanggapan serius dari negara (tidak diproses secara hukum).
Dengan demikian, pencegahan keonaran atau anarkhi yang menjadi semangat UU ini sama sekali tidak tercipta dalam penerapannya. Yang terjadi justru UU ini menjadi alat legitimasi bagi terciptanya rasa tidak aman untuk menjalan agama dan keyakinan pribadi.
Akibat lebih jauh terhadap adanya sejumlah instrumen UU yang diskriminatif adalah keterlibatan negara secara konsisten dalam kegiatan diskriminasi dan pelanggaran hak kebebasan beragama. Sejumlah data indeks kebebasan beragama yang ditunjukkan oleh sejumlah lembaga menyatakan bahwa negara sangat aktif dalam melakukan atau terlibat dalam kegiatan pelanggaran hak atas kebebasan beragama. Setara Institute merilis temuan bahwa dari 291 tindakan pelanggaran kebebasan beragama tahun 2009, 139 di antaranya dilakukan oleh negara. Wahid Institute melaporkan ada 35 kasus pelanggaran kebebasan beragama dan/atau keyakinan yang dilakukan oleh negara sepanjang tahun 2009. Moderat Moslem Society mengidentifikasi 22 dari 59 kasus intoleransi sepanjang 2009 dilakukan oleh pemerintah. Sementara Center for Religious & Cross-cultural Studies (CRCS) mengidentifikasi sejumlah kasus di mana negara juga terlibat aktif seperti persoalan seputar rumah ibadah dan Ahmadiyah.
Temuan-temuan ini semakin mempertegas bahwa negara tidak hanya absen di dalam perlindungan hak-hak kebebasan beragama, melainkan juga secara aktif melakukan tindakan pelanggaran kebebasan beragama. Aktivitas negara melanggar kebebasan beragama tersebut dilakukan dalam bentuk tindakan aktif (by commission) dan pembiaran (by omission). Yang mengejutkan adalah bahwa tindakan aktif di mana aparatus negara berinisiatif melakukan pelanggaran sangat dominan. Dari 139 pelanggaran negara yang dilaporkan oleh Setara, 101 di antaranya dilakukan dalam bentuk keterlibatan aktif (by commission).
Kondisi semacam ini sangat merisaukan. Negara yang absen dalam perlindungan hak atas kebebasan beragama menjadi pintu gerbang pelbagai bentuk tindakan kekerasan dan diskriminatif terhadap penganut-penganut agama minoritas. Hal ini berkali-lipat menjadi lebih buruk ketika ternyata negara tidak sekedar absen memberi perlindungan, melainkan juga secara aktif melakukan tindakan pelanggaran. Pantauan yang dilakukan oleh Setara Institut dalam tiga tahun terakhir menunjukkan grafik yang bergerak naik. Meski lebih banyak pelanggaran yang terjadi pada tahun 2008 di banding tahun 2009, namun jika ditarik garis dari tahun 2007 sampai 2009, maka akan ditemukan trend pelanggaran yang menaik.
Melihat fakta-fakta hukum yang ada, tampaknya kelompok-kelompok minoritas masih tetap harus dirundung malang dalam jangka waktu yang lama. Salah satu sumber petaka diskriminasi, UU No. 1/PNPS/1965, memang sedang dibahas oleh Mahkamah Konstitusi. Tetapi belum lagi MK memberi keputusan, Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru sedang disusun dan diusulkan untuk ditetapkan. RUU ini secara terperinci mengurai pembatasan kebebasan beragama.
Tentu kita mengharapkan terpenuhinya hak-hak kebebasan warga secara penuh, namun tampaknya kita mesti lebih banyak bersabar.
Kebebasan Beragama Kisah Negara
Pertanyaan yang Sering Diajukan
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang sering diajukan tentang hasil dari sebuah negara Restorasi Undang-Undang Kebebasan Beragama.
What is a Religious Freedom Restoration Act? Apa yang dimaksud dengan Restorasi Undang-Undang Kebebasan Beragama?
Sebuah Kebebasan Beragama Restorasi Act (RFRA) membangun kembali tes yang pengadilan harus digunakan untuk menentukan apakah keyakinan keagamaan seseorang harus diakomodasi bila tindakan pemerintah atau peraturan melarang praktek agama nya. Dikenal sebagai "uji bunga menarik," mengharuskan tes ini pemerintah untuk membuktikan dengan bukti bahwa regulasi adalah (1) penting untuk mencapai suatu kepentingan pemerintah yang menarik dan (2) cara pembatasan paling tidak untuk mencapai's menarik bunga pemerintah.
Menggunakan "Tes bunga menarik," dibutuhkan pengadilan negara untuk menunjukkan bahwa (1) sertifikasi guru sangat penting untuk memenuhi's menarik kepentingan negara bahwa anak-anak dididik dan (2) bahwa sertifikasi guru adalah alat pembatasan paling tidak untuk memenuhi bunganya.
Negara itu mampu menunjukkan tanpa kesulitan banyak sehingga memiliki minat yang menarik dalam melihat warganya dididik. Tapi karena pasangan anak-anak ini adalah penilaian di atas persentil ke-90 pada tes standar, negara tidak bisa membuktikan sertifikasi guru sangat penting bagi anak-anak untuk dididik dan cara-cara pembatasan paling tidak untuk mencapai tujuan itu.
Dengan demikian, karena negara tidak bisa memuaskan "uji bunga menarik," orang tua diizinkan untuk melanjutkan mengajar anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan agama mereka
Mengapa negara RFRA yang dibutuhkan?
Sebelum tahun 1990 Mahkamah Agung AS digunakan uji-atas "menguji kompetensi menarik"-ketika memutuskan klaim keagamaan. Namun, dalam keputusan 1990 (Pekerjaan Div. Of Oregon v. Smith) Pengadilan memiringkan timbangan keadilan dalam mendukung peraturan pemerintah. Pengadilan membuang uji bunga menarik, yang terlindung kebebasan beragama kita dari peraturan pemerintah berat selama lebih dari 30 tahun.
Keputusan Smith mengurangi standar review dalam kasus-kasus kebebasan beragama ke. Dalam "lain kata" standar kewajaran, jika peraturan negara adalah "wajar" (yang mereka hampir selalu adalah), seorang penentang agama kehilangan. Sementara semua hak-hak dasar lainnya (kebebasan berbicara, pers, perakitan, dll) tetap dilindungi dengan ketat "test bunga menarik," dipilih Mahkamah keluar kebebasan beragama, mengurangi perlindungan kepada yang lemah "uji kewajaran."
Pada tahun 1993, Kongres berusaha untuk memperbaiki keputusan Smith dengan memberlakukan Agama Kebebasan Restorasi federal Undang-Undang. Undang-undang ini hanya memulihkan "menguji kompetensi menarik" dalam kasus-kasus kebebasan beragama. Empat tahun kemudian, RFRA federal telah tertimpa oleh Mahkamah Agung AS di Kota 1.997 kasus Boerne.
Sebagai masalah praktis, berikut adalah kehidupan nyata beberapa contoh pemerintah membatasi latihan bebas dari agama yang telah terjadi di bawah "uji kewajaran."
Di antara konflik peraturan zonasi lain, pelayanan gereja untuk tunawisma ditutup karena terletak di lantai dua gedung dengan lift no.
d) Sebuah gereja dilarang oleh peraturan kota setempat dari makan lebih dari 50 orang per hari.
e) Justice Fellowship reports that a Jewish minimum-security prisoner (CPA in jail for fraud, in 6th year of 8-year term) was denied the right to attend high holy day celebrations. e) Keadilan Fellowship melaporkan bahwa seorang tahanan minimum-security Yahudi (BPA di penjara untuk penipuan, dalam jangka waktu 6 tahun 8 tahun) adalah ditolak haknya untuk menghadiri perayaan hari kudus tinggi.
Bagaimana suatu negara menetapkan suatu hukum RFRA jika Mahkamah Agung AS telah memutuskan UU inkonstitusional?
1993 RFRA federal mencoba untuk menggunakan 'kekuasaan Kongres dalam Bagian 5 dari 14 Perubahan ke untuk meminta baik pemerintah federal dan negara untuk menggunakan "menguji kompetensi menarik" dalam kasus-kasus kebebasan beragama.
Namun, ketika Mahkamah Agung memukul RFRA federal pada tahun 1997 (Kota Boerne ay Flores), masalah tidak dengan itu, AS oleh Mahkamah Agung menarik "kepentingan tes." Uji telah digunakan, seperti yang disebutkan sebelumnya sendiri selama lebih dari 30 tahun. Sebaliknya, sementara Mahkamah Agung mengakui legitimasi "uji bunga menarik," Kongres memutuskan seperti itu tidak dapat meminta negara untuk menggunakan tes ini dalam kasus-kasus kebebasan beragama.
Berdasarkan prinsip ini dan keputusan Boerne, negara-negara bebas untuk menetapkan RFRAs mereka sendiri, sehingga memilih untuk menerapkan "bunga yang lebih tinggi" menarik uji standar dalam agama sendiri kasus kebebasan mereka.
Akankah negara Undang-Undang Kebebasan Beragama menciptakan peningkatan litigasi?
No RUU ini hanya akan mengembalikan "uji bunga menarik," mana Mahkamah Agung AS didirikan hampir 40 tahun lalu sebagai standar review untuk kasus-kasus hak-hak dasar.
Ini "menguji kompetensi menarik" bekerja dengan baik selama lebih dari 30 tahun tanpa ledakan kasus kebebasan beragama. Penerapan yang konsisten dari "menguji kompetensi menarik" di pengadilan "menyamakan lapangan bermain," memberikan orang-orang beriman religius tulus kesempatan yang adil terhadap peraturan negara yang melanggar keyakinan agama mereka. Sering kali, kedua organisasi konservatif dan liberal kebebasan beragama dan sipil berhasil menggunakan "menguji kompetensi menarik" untuk membela hak-hak individu untuk secara bebas melaksanakan keyakinan agama mereka.
Seperti disebutkan di atas, RFRA federal, yang memulihkan "menguji kompetensi menarik" dalam kasus-kasus kebebasan beragama, ini berlaku efektif dari ditetapkannya pada tahun 1993 sampai Mahkamah Agung AS memukul ke bawah pada tahun 1997. Tidak ada catatan dari sebuah ledakan di litigasi kebebasan beragama selama periode empat tahun.
Selanjutnya, dua belas negara telah secara resmi lulus RFRAs untuk secara khusus mengembalikan aplikasi dari "menguji kompetensi menarik" dalam kasus-kasus kebebasan beragama (AL, AZ, CT, FL, ID, IL, NM, OK, PA, RI, SC, TX). Tujuh negara lebih, melalui preseden pengadilan negeri, telah membentuk sebuah "uji bunga menarik" independen Mahkamah Agung AS merusak diutamakan dalam Smith dan Boerne (KS, MA, MN, OH, VT, WA, WI, dan MI.) Tidak ada negara ini mengalami ledakan dalam litigasi latihan bebas.
Berdasarkan kurangnya contoh litigasi berlebihan selama hampir 30 tahun pengalaman menggunakan "uji bunga menarik" untuk kebebasan beragama (baik sebelum keputusan Smith dan selama tahun RFRA federal), kami percaya bahwa memulihkan tes ini akan menghasilkan sangat sedikit, jika ada litigasi, baru.. Bahkan, menjelaskan standar untuk kebebasan beragama menurut hukum negara mungkin terbukti mengurangi jumlah litigasi, karena hukum standar yang ditetapkan secara jelas sering menyebabkan pihak untuk menyelesaikan sengketa sebelum terjadi kemudian litigasi.
Apakah ini juga meningkatkan biaya untuk kantor pengacara umum dalam membela pejabat negara?
"menguji kompetensi menarik" bukanlah hal baru. It has been in effect for most of the last 40 years. Telah berlaku untuk sebagian besar 40 tahun terakhir.. dan pejabat negara belum dibanjiri dengan setelan kebebasan beragama.
Tak satu pun dari negara-negara yang telah melewati negara RFRA pernah mengalami tanda ledakan kasus kebebasan beragama, termasuk Rhode Island di mana hukum adalah sembilan tahun. "menguji kompetensi menarik" adalah waktu-diuji.
Selanjutnya, "menguji kompetensi menarik" hanyalah sebuah "uji balancing." Hal ini tidak memberikan sebuah agama pengadu menang otomatis. Ini hanya "GENAP lapangan bermain" untuk si kecil.
Apakah keadaan RFRA mengganti semua obat yang ada untuk melindungi kebebasan beragama?
No negara Sebuah RFRA hanya menciptakan sebuah "lagu" tambahan yang seorang penuntut agama dapat digunakan untuk melindungi latihan bebas tentang agama. State constitutional and federal constitutional remedies are still available. solusi konstitusional Negara konstitusional dan federal masih tersedia.
Apakah ada masalah dengan kurangnya definisi untuk "keyakinan agama"?
Isu pertama adalah keprihatinan atas tidak adanya definisi keyakinan agama.
Ada tubuh besar kasus hukum yang berkaitan dengan definisi Hukum Kebebasan Beragama "agama. (" Untuk rangkuman yang baik dari kasus hukum melihat Carl H. Esbeck A dari Penyajian Kembali tersebut, Mahkamah Agung: Coherence, Konflik, atau Chaos? , Sebagai contoh, di AS v. Seeger, 380 US 163, 176 (1965), Mahkamah Agung AS keyakinan agama didefinisikan sebagai "dan bermakna keyakinan tulus yang menempati dalam kehidupan pemiliknya tempat yang sejajar dengan yang diisi oleh Allah."
Para perancang tahun 1993 RFRA federal dianggap mendefinisikan "agama" tetapi memutuskan untuk tidak melakukannya terutama karena Mahkamah Agung AS telah melakukannya. Karena Mahkamah Agung AS telah didefinisikan keyakinan agama dalam puluhan kasus dengan kejelasan yang cukup, tidak perlu untuk mendefinisikan itu dalam keadaan RFRA.
Para setan hipotesis yang ditolak akses ke sekolah bisa membuat klaim di bawah Klausul Pidato Free, Klausul Bebas Latihan, dan Equal Access Act. Kasus mereka mungkin akan dipertimbangkan di bawah Undang-Undang Equal Akses dan Amandemen Pertama's Free Speech hukum latihan Ayat-tidak bebas. Di bawah Akses Equal Act (berlaku sejak 1984), jika sekolah memungkinkan satu kelompok noncurriculum bertemu, maka harus membiarkan semua kelompok noncurriculum bertemu. Ketika Kongres sedang mempertimbangkan Equal Access Act, orang-orang khawatir bahwa hal itu akan menyebabkan ledakan setan, Nazi, dan membenci kelompok-kelompok yang ingin bertemu dan berorganisasi di sekolah, namun, ini "ledakan" belum terjadi.
Dalam Klausul Pidato Free Amandemen Pertama, ekspresi keagamaan menerima tingkat perlindungan yang sama sebagai ekspresi nonreligius. hak berbicara bebas adalah dasarnya pagu hak latihan bebas. Standar ulasan untuk kasus-kasus kebebasan berbicara adalah "kepentingan tes menarik" memberikan individu-individu yang menggunakan hak mereka untuk kebebasan berbicara tingkat tertinggi perlindungan. Lihat Heffron v. Int'l Masyarakat Kesadaran Krishna, 452 US 640, 652-53 (1981) (ajakan pada adil dasar negara).
Jadi, sekali sekolah memungkinkan Persekutuan Kristen Atlet bertemu setelah jam kerja, maka harus membiarkan kelompok lain. Ini adalah kasus terlepas dari standar hukum latihan bebas. Sekolah tidak bisa membedakan antara kelompok-kelompok kecuali sejauh yang dibutuhkan untuk mengatur pidato mengganggu. See, eg, Tinker v. Des Moines , 393 US 503 (1969). Lihat, misalnya, Tinker v. Des Moines, 393 US 503 (19
By Christopher J. Klicka, Senior Counsel for Home School Legal Defense Association. Oleh Christopher J. Klicka, Penasihat Senior untuk Home Sekolah Dasar Hukum Pertahanan. Permission to reprint granted. Izin untuk mencetak ulang diberikan.
Minggu, 03 Oktober 2010
Kamis, 30 September 2010
Sejarah Peradaban Islam Di Asia Tenggara
PERADABAN ISLAM DI ASIA TENGGARA A. Proses Masuknya Islam di Asia Tenggara Islam masuk ke Asia Tenggara disebarluaskan melalui kegiatan kaum pedagang dan para sufi. Hal ini berbeda dengan daerah Islam di Dunia lainnya yang disebarluaskan melalui penaklulan Arab dan Turki. Islam masuk di Asia Tenggara dengan jalan damai, terbuka dan tanpa pemaksaan sehingga Islam sangat mudah diterima masyarakat Asia Tenggara. Mengenai kedatangan Islam di negara-negara yang ada di Asia Tenggara hamper semuanya didahului oleh interaksi antara masyarakat di wilayah kepulauan dengan para pedagang Arab, India, Bengal, Cina, Gujarat, Iran, Yaman dan Arabia Selatan. Pada abad ke-5 sebelum Masehi Kepulauan Melayu telah menjadi tempat persinggahan para pedagang yang berlayar ke Cina dan mereka telah menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar Pesisir. Kondisi semacam inilah yang dimanfaatkan para pedagang Muslim yang singgah untuk menyebarkan Islam pada warga sekitar pesisir. Menurut Uka Tjandra Sasmita, prorses masukya Islam ke Asia Tenggara yang berkembang ada enam, yaitu: 1. Saluran perdagangan Pada taraf permulaan, proses masuknya Islam adalah melalui perdagangan. Kesibukan lalu-lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16 membuat pedagangpedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua Asia. Saluran Islamisasi melaui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik kapal dan saham. Mereka berhasil mendirikan masjid dan mendatangkan mullah-mullah dari luar sehingga jumlah mereka menjadi banyak, dan karenanya anak-anak Muslim itu menjadi orang Jawa dan kaya-kaya. Di beberapa tempat penguasa-penguasa Jawa yang menjabat sebagai Bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir Utara Jawa banyak yang masuk Islam, bukan karena hanya faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi karena factor hubungan ekonomi drengan pedagang-rpedrarrgarng Muslim. Perkembangan selanjutnya mereka kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya. 2. Saluran perkawinan Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan, tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas, akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan; tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang mempunyai keturunan Raden Patah (Raja pertama Demak) dan lain-lain. 3. Saluran Tasawuf Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengana jaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka juga ada yang mengawini puteri-puteri bangsawab setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini. 4. Saluran prendidikan Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwak ketempat tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan Sunan Giri di Giri. Kleuaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan Agama Islam. 5. Saluran kesenian Saluran Islamisasi melaui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam serita itu di sisipkan ajaran nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir. 6. Saluran politik Di Maluku dan Sulawesi selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia Bagian Timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam. Untuk lebih memperjelas bagaimana proses masuknya agama Islam di Asia Tenggara ini, ada 3 teori diharapkan dapat membantu memperjelas tentang penerimaan Islam yang sebenarnya: a. Menekankan peran kaum pedagang yang telah melembagakan diri mereka di beberapa wilayah pesisir lndonesia, dan wilayah Asia Tenggara yang lain yang kemudian melakukan asimilasi dengan jalan menikah dengan beberapa keluarga penguasa local yang telah menyumbangkan peran diplomatik, dan pengalaman lnternasional terhadap perusahaan perdagangan para penguasa pesisir. Kelompok pertama yang memeluk agama lslam adalah dari penguasa lokal yang berusaha menarik simpati lalu-lintas Muslim dan menjadi persekutuan dalam bersaing menghadapi pedagang-pedagang Hindu dari Jawa. Beberapa tokoh di wilayah pesisir tersebut menjadikan konversi ke agama lslam untuk melegitimasi perlawanan mereka terhadap otoritas Majapahit dan untuk melepaskan diri dari pemerintahan beberapa lmperium wilayah tengah Jawa. b. Menekankan peran kaum misionari dari Gujarat, Bengal dan Arabia. Kedatangan para sufi bukan hanya sebagai guru tetapi sekaligus juga sebagai pedagang dan politisi yang memasuki lingkungan istana para penguasa, perkampungan kaum pedagang, dan memasuki perkampungan di wilayah pedalaman. Mereka mampu mengkomunikasikan visi agama mereka dalam bentuknya, yang sesuai dengan keyakinan yang telah berkembang di wilayah Asia Tenggara. Dengan demikian dimungkinkan bahwa masuknya Islam ke Asia Tenggara agaknya tidak lepas dengan kultur daerah setempat. c. Lebih menekankan makna lslam bagi masyarakat umum dari pada bagi kalangan elite pemerintah. Islam telah menyumbang sebuah landasan ldeologis bagi kebajikan lndividual, bagi solidaritas kaum tani dan komunitas pedagang, dan bagi lntegrasi kelompok parochial yang lebih kecil menjadi masyarakat yang lebih besar (Lapidus, 1999:720-721). Agaknya ketiga teori tersebut bisa jadi semuanya berlaku, sekalipun dalam kondisi yang berbeda antara satu daerah dengan yang lainnya. Tidak terdapat proses tunggal atau sumber tunggal bagi penyebaran lslam di Asia Tenggara, namun para pedagang dan kaum sufi pengembara, pengaruh para murid, dan penyebaran berbagai sekolah agaknya merupakan faktor penyebaran lslam yang sangat penting. B. Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia Sejak abad pertama, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat. Perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional yang terbentang jauh dari Teluk Persia sampai China melalui Selat Malaka itu kelihatan sejalan pula dengan muncul dan berkembangnya kekuasaan besar, yaitu China dibawah Dinasti Tang (618-907), kerajaan Sriwijaya (abad ke-7-14), dan Dinasti Umayyah (660-749). Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah dating empat orang Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang muballigh dan sahabat Nabi Muhammad SAW dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan masjid di Canto, yang disebut masjid Wa-Zhin-Zi (masjid kenangan atas nabi). Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang dibawa langsung oleh sahabat dekat Nabi Muhammad SAW sendiri, sejak abad ke-7 dan sesudahnya. Makin banyak orang Muslim berdatangan ke negeri China baik sebagai pedagang maupun mubaligh yang secara khusus melakukan penyebaran Islam. Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia, yaitu di negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang kedatangan Islam di daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang dan munaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga (di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674). Dari sumber tersebut, ada dua sebutan yaitu Po-Sse dan Ta-Shih. Menurut beberapa ahli, yang dimaksud dengan Po-Sse adalah Persia dan yang dimaksud dengan Ta-Shih adalah Arab. Jadi jelaslah bahwa orang Persia dan Arab sudah hadir di Asia Tenggara sejak abad-7 dengan membawa ajaran Islam. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sejarah tentang tempat orang Ta Shih. Ada yang menyebut bahwa mereka berada di Pesisir Barat Sumatera atau di Palembang. Namun adapula yang memperkirakannya di Kuala Barang di daerah Terengganu. Terlepas dari beda pendapat ini, jelas bahwa tempat tersebut berada di bagian Barat Asia Tenggara. Juga ada pemberitaan China (sekitar tahun 758) dari Hikayat Dinasti Tang yang melaporkan peristiwa pemberontakan yang dilakukan orang Ta-Shih dan Po-Se. Mereka mersak dan membakar kota Canton (Guangzhoo) untuk membantu kaum petani melawan pemerintahan Kaisar Hitsung (878-899). Setelah melakukan perusakan dan pembakaran kota Canton itu, orang Ta-Shih dan Po-Se menyingkir dengan kapal. Mereka ke Kedah dan Palembang untuk meminta perlindungan dari kerajaan Sriwijaya. Berdasarkan berita ini terlihat bahwa orang Arab dan Persia yang sudah merupakan komunitas Muslim itu mampu melakukan kegiatan politik dan perlawanan terhadap penguasa China. Ada beberapa pendapat dari para ahli sejarah mengenai masuknya Islam ke Indonesia : 1. Menurut Zainal Arifin Abbas, Agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M (684 M). Pada tahun tersebut datang seorang pemimpin Arab ke Tiongkok dan sudah mempunyai pengikut dari Sumatera Utara. Jadi, agama Islam masuk pertama kali ke Indonesia di Sumatera Utara. 2. Menurut Dr. Hamka, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 674 M. Berdasarkan catatan Tiongkok , saat itu datang seorang utusan raja Arab Ta Cheh (kemungkinan Muawiyah bin Abu Sufyan) ke Kerajaan Ho Ling (Kaling/Kalingga) untuk membuktikan keadilan, kemakmuran dan keamanan pemerintah Ratu Shima di Jawa. 3. Menurut Drs. Juneid Parinduri, Agama Islam masuk ke Indonesia pada tahun 670 M karena di Barus Tapanuli, didapatkan sebuah makam yang berangka Haa-Miim yang berarti tahun 670 M. 4. Seminar tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tanggal 17-20 Maret 1963, mengambil kesimpulan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad I H/abad 7 M langsung dari Arab. Daerah pertama yang didatangi ialah pasisir Sumatera. Sedangkan perkembangan Agama Islam di Indonesia sampai berdirinya kerajaankerajaan Islam di bagi menjadi tiga fase, antara lain : a. Singgahnya pedagang-pedagang Islam di pelabuhan-pelabuhan Nusantara. Sumbernya adalah berita luar negeri, terutama Cina; b. Adanya komunitas-komunitas Islam di beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya di samping berita-berita asing juga makam-makam Islam; c. Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (Abdullah, 1991:39). C. Perkembangan Keagamaan dan Peradaban Sebagaimana telah diuraikan di atas, pada term penyebaran Islam di Asia Tenggara yang tidak terlepas dari kaum pedagang Muslim. Hingga kontrol ekonomi pun di monopoli oleh mereka. Disamping itu pengaruh ajaran Islam sendiripun telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan Masyarakat Asia Tenggara. Islam mentransformasikan budaya masyarakat yang telah di-Islamkan di kawasan ini, secara bertahap. Islam dan etos yang lahir darinya muncul sebagai dasar kebudayaan. Namun dari masyarakat yang telah di-Islamkan dengan sedikit muatan lokal. Islamisasi dari kawasan Asia Tenggara ini membawa persamaan di bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi menjadi hak istimewa kaum bangsawan. Tradisi pendidikan Islam melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Setiap Muslim diharapkan mampu membaca al Qur’an dan memahami asas-asas Islam secara rasional dan dan dengan belajar huruf Arab diperkenalkan dan digunakan di seluruh wilayah dari Aceh hingga Mindanao. Bahasabahasa lokal diperluasnya dengan kosa-kata dan gaya bahasa Arab. Bahasa Melayu secara khusus dipergunakan sebagai bahasa sehari-hari di Asia Tenggara dan menjadi media pengajaran agama. Bahasa Melayu juga punya peran yang penting bagi pemersatu seluruh wilayah itu. Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra dan sejarah, segera bermunculan. Banyak daerah di wilayah ini seperti Pasai, Malaka dan Aceh juga Pattani muncul sebagai pusat pengajaran agama yang menjadi daya tarik para pelajar dari sejumlah penjuru wilayah ini. System pendidikan Islam kemudian segera di rancang. Dalam banyak batas, Masjid atau Surau menjadi lembaga pusat pengajaran. Namun beberapa lembaga seperti pesantren di Jawa dan pondok di Semenanjung Melaya segera berdiri. Hubungan dengan pusat-pusat pendidikan di Dunia Islam segera di bina. Tradisi pengajaran Paripatetis yang mendahului kedatangan Islam di wilayah ini tetap berlangsung. Ibadah Haji ke Tanah Suci di selenggarakan, dan ikatan emosional, spritual, psikologis, dan intelektual dengan kaum Muslim Timur Tengah segera terjalin. Lebih dari itu arus imigrasi masyarakat Arab ke wilayah ini semakin deras. Di bawah bimbingan para ulama Arab dan dukungan negara, wilayah ini melahirkan ulama-ulama pribumi yang segera mengambil kepemimpinan lslam di wilayah ini. Semua perkembangan bisa dikatakan karena lslam, kemudian melahirkan pandangan hidup kaum Muslim yang unik di wilayah ini. Sambil tetap memberi penekanan pada keunggulan lslam, pandangan hdup ini juga memungkinkan unsur-unsur local masuk dalam pemikiran para ulama pribumi. Mengenai masalah identitas, internalisasi Islam, atau paling tidak aspek luarnya, oleh pendudukan kepulauan membuat Islam muncul sebagai kesatuan yang utuh dari jiwa dan identitas subyektif mereka. Namun fragmentasi politik yang mewarnai wilayah ini, di sisi lain, juga melahirkan perasaan akan perbedaan identitas politik diantara penduduk yang telah di Islamkan.
Minggu, 26 September 2010
PSIKODIAGNOSTIKA (II) (Observasi)
Oleh: Yuli Fajar Susetyo
Amitya Kumara
MATERI KULIAH OBSERVASI
1. Definisi, tujuan, Manfaat, Kelebihan dan Kelemahan,
2. Observer, proses observasi, dan objektivitas data observasi
3. Observasi sehari-hari dan observasi ilmiah, dan observasi sebagai alat psikodiagnotik
4. observasi sistematik-non sistematik, Partisipan-non partisipan, Eksperimental-natural
5. Pencatatan hasil observasi dan praktek
6. Strategi observasi jenis naratif
7. Strategi observasi Event sampling dan time sampling
8. Strategi observasi Check lists dan rating scales
9. Pengolahan dan interpretasi data observasi
10. Penutup : penyajian data observasi dan review
OBSERVASI dalam PSIKODIAGNOSTIKA
Berkaitan dengan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi dan memahami variabel psikologis untuk penegakan diagnosis psikologis
Ada proses pengukuran dan penggunaan berbagai teknik untuk mampu memahami dan mendiagnosis variabel psikologis
Psikodiagnostik bukan hanya milik psikologi klinis, walapun istilah diagnosis didominasi di psikologi klinis.
Mengapa Perlu Observasi bagi Psikolog
Goodwin & Driscoll (dalam Bentzen, 1993)
Memungkinkan mengukur perilaku yang tidak dapat dengan alat ukur psikologis lain (banyak pada anak)
Prosedur formal ditanggapi tidak serius (tidak dapat dilakukan)
Lebih tidak mengancam (pada anak lebih akurat)
Kegunaan observasi dalam psikodiagnostik
Keperluan asesmen awal
Menentukan kekuatan observee dan menggunakannya untuk meningkatkan hal-hal yang masih lemah
Dasar merancang rencana individual
Dasar dari titik awal kemajuan klien
Mengetahui perkembangan anak pada area tertentu
Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan anak
Bahan untuk memberi laporan kepada orang tua, guru, dokter, dan profesi lain
Informasi status anak/remaja di sekolah untuk keperluan BK
Informasi status klien klinis (di rumah sakit jiwa)
TUGAS
Carilah objek observasi :
Fisik
Manusia (individu)
Kelompok
Catatlah hasil amatan Anda
Apa makna amatan tersebut?
Apa kesimpulan Anda?
PRO DAN KONTRA
Patton (1990) persepsi selektif manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas dan reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data ilmiah.
Dia menjelaskan pengaruh persepsi selektif yang diwarnai bias dan minat pribadi terjadi pada kebanyak orang awam yang tidak terlatih untuk dapat disebut sebagai peneliti terlatih
Agar dapat menjadi metode yang akurat maka harus dilakukan oleh peneliti yang melewati latihan-latihan yang memadai dan telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
- Observasi
Definisi dan deskripsi umumIstilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
- Sebagai metode yang paling dasar dan paling tua, dasar karena dalam setiap aktivitas psikologi ada aspek observasi
- Semua bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif mengandung aspek obsevasi
- Dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister, 1994)
PENGERTIAN Observasi
Metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti
Pengertian sempit
Pengamatan secara langsung terhadap gejala yang diselidiki baik dalam situasi alamiah maupun situasi buatan
Pengertian luas
Termasuk pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut.
TUJUAN OBSERVASI
mendeskripsikan seting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati.
PENTINGNYA OBSERVASI, Patton (1990)
1. peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
2. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientsai pada penemuan daripada pembuktian, dan mendekati masalah secara induktif. Pengaruh konseptualisasi (yang ada sebelumnya) ttg topik yang diamati berkurang
3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang oleh partisipan kurang disadari atau partisipan kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu
4. Memperoleh data tentang hal-hal yang tidak diungkapkan secara terbuka dengan wawancara
5. Mengatasi persepsi selektif dan peneliti dapat bergerak lebih jauh
6. Memungkinkan peneliti merefleksi & bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi & perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami fenomena
Apa yang diobservasi
Berdasarkan tujuan / variabel yang menjadi target
Ekspresi verbal, non verbal, respons verbal/non verbal/perilaku terhadap stimulus, atau kemunculan indikator khusus
Level observasi dapat aspek khusus dari perilaku, individu, kelompok, dan situasi/proses
Waktu (kapan, kecepatan, durasi), lokasi (tempat), penampakan eksterior (cara jalan, berpakaian), gaya bahasa (intonasi, pilihan kata)
Webb dkk (1966) & Denzin (1970) Yang diobservasi :
Exterior physical signs : pakaian, gaya rambut, sepatu, tato, rumah, perhiasan dll
Expressive movements : gerakan-gerakan tubuh seperti gerakan mata, wajah, postur, lengan, senyum, kerutan dahi dll
Physical location : perhatikan personal space dan lingkungan fisik
Language behaviour : menyilangkan kaki dll
Time duration
Diterapkan pada kelas sosial, status, jender, dan sikap sosial
Reliabilitas & Validitas
Reliabilitas : Metode yang reliabel, metode yang digunakan orang lain dalam kondisi yang sama akan menunjukkan hasil yang sama atau serupa. Perlunya reliabilitas antar rater
Valisitas : keakuratan/keterpercayaan seberapa tepat metode mengukur apa yang diukur. Validitas tidak intrinsik ada pada metode karena dapat lebih dihubungkan dengan problem yang diteliti. Contoh Untuk meneliti tentang kelas sosial lebih valid dengan wawancara daripada observasi mobil yang dipakai
ETIKA OBSERVASI
Privacy subjek
Keamanan subjek
Persetujuan subjek
Perlindungan terhadap kenyamanan dan keamanan
Proses diseminasi informasi kepada para profesional dan komunitas ilmuwan
Pencegahan kecuragan dan penipuan terhadap subjek, kelompok atau masyarakat
Penggunaan oleh dirinya dan pihak lain dengan maksud negatif
Pertimbangan diatas diterapkan pada 3 tahap penelitian yaitu rencangan penelitian, proses di lapangan, dan penulisan-publikasi
JENIS OBSERVASI
OBSERVASI SISTEMATIK
Disbt juga observasi terstruktur; ada kerangka yang memuat faktor-faktor dan ciri-ciri khusus dari setiap faktor yang diamati
Sistematik : lebihmenekankan pada segi frekuensi dan interval waktu tertentu (misalnya setiap 10 menit)
Hal perlu diperhatikan :
Isi dan luas observasi lebih terbatas, sesuai rumusan khusus
Memungkinkan respons dan peristiwa dicatat secara lebih teliti, dan mungkin dikuantifikasikan
Dapat menggunakan one way screen
OBSERVASI EKSPERIMENTAL
Dilakukan dengan cara mengendalikan unsur-unsur penting ke dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi tersebut dapat diatur sesuai dengan tujuan riset dan dapat dikendalikan untuk mengurangi atau menghindari bahaya timbulnya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi situasi
Ciri penting :
Observee dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seragam atau berbeda
Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan variasi perilaku
Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observee tidak mengetahui maksud observasi
OBSERVASI PARTISIPAN
Orang yang mengadakan observasi turut ambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang diobservasi
Umumnya untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Menyelidiki perilaku individu dalam situasi sosial seperti cara hidup, hubungan sosial dalam pabrik-penjara dll
Perlu diperhatikan :
Materi observasi disesuaikan dengan tujuan observasi
Waktu dan Bentuk pencatatan : segera setelah kejadian dg kata kunci. Kronologis – sistematis
HUbungan : mencegah kecurigaan, pendekatan yang baik dan menjaga situasi tetap wajar
Kedalaman partisipasi tergantung pada tujuan dan situasi
TINGKAT PARTISIPASI
Partisipasi lengkap (penuh)
Anggota penuh
Partisipasi fungsional
Aktivitas tertentu bergabung
Partisipasi sebagai pengamat
Obtrusive dan unobtrusive
Unobstrusive measures - unobstrusive methods – non reactive methods
Metode tidak mengganggu lingkungan sosial, tidak terlibat dengan penduduk, tanpa berinteraksi dengan subjek melalui pertanyaan atau perlakuan lainnya.
Termasuk un obtrusive methods: tulisan dan rekaman audio visual, materi budaya (objek fisik), jejak-jejak perilaku, arsip pekerjaan, pakaian atau benda lain di musium, isi dari buku-buku di perpustakaan, observasi sederhana, hardware techniques; kamera, video dll, rekaman politik dan demografi
Obtrusive : wawancara, kuesioner, eksperimen manipulatif, tes
“Contrived“ observation
Menggunakan perangkat keras seperti kamera, tape recorders, one way mirrors dll.
Experimental manipulation dipandang sebagai non reactive jika tidak disadari oleh subjek (Bochner, 1979) vs sisi etika observasi
OBSERVASI FORMAL DAN INFORMAL
(Goodwin & Driscoll, 1980)
Observasi formal mempunyai sifat tersruktur yang tinggi, terkontrol dan biasanya untuk penelitian
Observasi formal perlu mengidentifikasi definisi secara hati-hati, menyusun data, melatih obsrerver dan menjaga reliabilitas antar rater, pencatatan-analisis-interpretasi menggunakan prosedur yang sophisticated.
Observasi in formal mempunyai sifat yang lebih longgar dalam hal kontrol, elaborasi, sifat terstruktur, dan biasanya untuk perencanaan pengajaran dan pelaksanaan program harian. Lebih mudah dan lebih berpeluang untuk digunakan pada berbagai keadaan.
Observasi informal sering disebut juga naturalistic observation (lho menopo hubunganipun kalian observasi yang non eskperimental?)
Observasi Partisipan & Observasi Unobstrusif
Observasi partisipan : peneliti berinteraksi dengan subjek yang dipelajari dan melakukan observasi dalam interaksi tersebut, dan biasanya sebagai bagian dari proses wawancara dan menggunakan informan
Observasi dengan observer yang tidak menampakan diri (penyembunyian diri) dan memisahkan diri dari yang diobservasi
Keuntungan
Data “nyata“ bukan perilaku yang dilaporkan
Aman
Mungkin untuk diulang
Tanpa mengganggu
Mudah diakses dan dilakukan
Mudah
Baik sebagai sumber data longitudinal
Kelemahan
Distorsi dari data asli, terutama sumber berupa arsip
Decontextualising (emic-ingroup/etic-outsider)
Peran Intervening variable
Bias dari metode tunggal
Keterbatasan wilayah terapan
Observasi Dipandang Ilmiah, Jika : (Jehoda)
Mengabdi pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan
Direncanakan secara sistematik, bukan kebetulan dan tidak beraturan
Dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi yang lebih umum, tidak sekedar memenuhi rasa ingin tahu
Dapat dicek dan dikontrol validitas dan reliabilitasnya
Larah-larahipun mekaten den !
Narrative types
pengumpulan (pencatatan) data oleh observer apa adanya sesuai (sama) dengan kejadian dan urutan kejadiannya sebagaimana yang terjadi pada situasi nyata.
Checklist notations
Observer menyusun struktur observasi dengan memilih dan mendefinisikan perilaku sebelum observasi dilaksanakan sehingga ketika observasi tinggal memberi tanda cek
Rating scales
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dengan sebagai refleksi dari penilaian observer
Salajengipun mekaten !
Diary descriptions :
Pengamatan (pencatatan) perubahan-perubahan pada perkembangan perilaku secara umum atau perilaku spesifik sesuai tujuan observasi seperti perkembangan bahasa dll. Membutuhkan waktu yang panjang dan frekuensi kontak yang banyak
Specimen descriptions (desriftif naratif, running records)
Pengamatan yang detail dan lengkap, intensif dan kontinyu dengan pencatatan naratif sekuensial terhadap episode tunggal dari perilaku dan keadaan lingkungannya.
Time sampling
Pengamatan seperti specimen descriptions terhadap perilaku tertentu (sesuai tujuan observasi) pada interval waktu tertentu yang telah ditentukan (biasanya frekuensi kejadian perilaku)
Event sampling
Pengamatan yang berfokus pada pencatatan kejadian perilaku-perilaku penting yang diamati pada situasi tertentu
Field unit analysis
Ada kesamaannya dengan specimen records, tapi metode ini mengkaitkan perilaku-perilaku yang terjadi pada pengamatan ke dalam unit-unit perilaku yang sudah disusun dan menyediakan fasilitas on the spot coding.
Checklist
Observer menyusun struktur observasi dengan memilih dan mendefinisikan perilaku sebelum observasi dilaksanakan sehingga ketika observasi tinggal memberi tanda cek
Melihat kehadiran perilaku yang dianggap penting
Tidak memberikan informasi tentang frekuensi, durasi, dan kualitas perilaku
Digunakan pada time sampling, event sampling
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Keunggulan
Strategi yang sederhana dan relatif mudah
Merekam dengan cepat dan efisien, kebutuhan energi observer minimum
Ketrampilan yang dibutuhkan dari observer relatif lebih sederhana
Seteleh dilakukan check terhadap perilaku dapat ditambahkan catatan tertentu
Mudah diolah dalam lembar komputasi (dan proses kuantifikasi)
Kelemahan
Informasi terlalu sedikit
Informasi kurang mendalam
Tidak ada informasi tentang bagaimana (kualitas, durasi, frekwensi)
PANDUAN CHECKLIST
Tentukan tujuan observasi
Tentukan definisi operasional perilaku
Tentukan content perilaku yang akan diobservasi
Susun checklist berdasarkan content perilaku sebelum observasi dilakukan
Identifikasi secara detail content perilaku
Organisasi detail content perilaku harus logis
Organisasi checklist harus dapat mencapai tujuan : identifikasi kehadiran/ketidakhadiran target perilaku dan merekam perkembangan kronologis (munculnya ketrampilan tertentu)
Gunakan cheklist untuk melihat kehadiran perilaku target
Dua tipe checklist
Static descriptor
Seperangkat aitem yang mendeskripsikan karakteristik subjek atau setting yang relatif stabil : umur, jenis kelamin, ras, status ekonomi, karakteristik lingkungan, dan waktu
Action
Seperangkat aitem yang mendeskripsikan perilaku/tindakan spesifik observee
Rating scales
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dalam bentuk nilai tertentu (angka) sebagai refleksi dari penilaian observer
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dalam bentuk nilai tertentu (angka) sebagai refleksi dari penilaian observer
DESKRIPSI RATING SCALES
Didesain untuk mengukur kuantifikasi impresi dari pengamatan
Penilaian kuantitatif tentang tingkat terjadinya perilaku atau bagaimana perilaku ditampakan
Menjadi mudah dan cepat untuk memaknakan kesimpulan dari impresi yang didapatkan
Dapat mengukur ciri sifat dan perilaku yang tidak dapat diungkap oleh strategi lain
Metode asesment > metode deskriptif
Dapat sebagai perekaman on the spot, ada yang tidak
TIPE RATING SCALES
Numerical : angka tertentu dikaitkan dengan nilai tertentu dari perilaku
1 = Perilaku mengganggu, meninggalkan kelompok
2 = Perilaku mengganggu tidak tampak
3 = Mengikuti guru, tatapan mengarah ke guru
4 = Mengikuti guru, ekspresi menunjukkan ketertarikan
5 = Mengikuti guru, melaksanakan instruksi
Graphic : Kemunculan perilaku tertentu dinilai berdasarkan rentang penilaian yang bersifat meningkat (bentuk garis lurus)
Selalu Sering Kadang Jarang Tidak pernah
kadang
Semantic differential (termasuk grafik) dengan tujuh unit penilaian pada perilaku yang bipolar
1 2 3 4 5 6 7
Aktif Pasif
Bersahabat Bermusuhan
Standart
Penilai dihadapkan pada satu set standar untuk menilai yang lain
Cumulated points
Penilaian didasarkan pada akumulasi terhadap penilaian unit-unit perilaku tertentu
Forced-choice
Rater dihadapkan pada satu set deskripsi kualitas tertentu dan memilih satu yang sesuai dengan hasil pengamatan
6 FAKTOR POTENSIAL RATER ERRORS
Error of leniency
Error of central tendency
Hallo effect
Error of logic
Error of contrast
Proximity error
KEUNTUNGAN
Efisiensi waktu
Lebih menarik bagi observer
Lebih mudah diskor dan dikuantifikasi (statistik)
Dapat mengukur perilaku lebih luas termasuk trait
Dapat membandingkan antar individu dan intraindividu
Membutuhkan minimum training
Memfasilitasi melihat hubungan realita dan persepsi individu (rating guru dan DO)
KELEMAHAN
Peluang error dan bias cukup besar
Ambiguitas aitem
Pengaruh penerimaan sosial
Kurang bercerita tentang penyebab perilaku
SIAP LETNAN?
Pernyataan pendek, simple, dan tidak ambigu
Berhubungan dengan trait yang akan diungkap
Pilih kata yang berhubungan dengan skala (tidak overlap dengan deskripsi)
Hindari penggunaan pernyataan seperti average, excellent, dan very
Hindari pernyataan yang mengandung unsur baik-buruk
Nilai semua individu pada satu trait sebelum ke trait lainnya
Lebih baik jika kita tidak kenal
Lakukan dengan hati-hati
Time sampling
Pengamatan terhadap perilaku tertentu (sesuai tujuan observasi) pada interval waktu yang telah ditentukan (biasanya kemunculan perilaku, frekuensi, dan durasi)
Deskripsi Time Sampling
Subjek diobservasi pada periode waktu tertentu yang relatif pendek, dan perilaku yang diperoleh dipandang sebagai sampel dari perilaku yang biasa terjadi (Goodenough).
Efektif pada perilaku yang cukup sering muncul karena perilaku diamati selama periode waktu tertentu yang pendek . Arrington (1943) ; minimal 15 menit sekali.
Time sampling sebaiknya digunakan untuk overt behavior
Variasi penggunaan time sampling:
Mengukur frekuensi kemunculan perilaku. Mencatat setiap perilaku yang muncul selama interval waktu tertentu.
Mengukur kemunculan perilaku. Satu atau 5 kali selama interval waktu 5 menit dalam pengamatan dengan tanda cek satu.
Mengukur durasi ( berapa lama) perilaku terjadi dalam frame waktu tertentu.
NB : Yang perlu dipertimbangkan adalah : panjang interval, jarak antar interval, dan jumlah interval waktu.
Subjek diobservasi pada periode waktu tertentu yang relatif pendek, dan perilaku yang diperoleh dipandang sebagai sampel dari perilaku yang biasa terjadi (Goodenough).
Efektif pada perilaku yang cukup sering muncul karena perilaku diamati selama periode waktu tertentu yang pendek . Arrington (1943) ; minimal 15 menit sekali.
Time sampling sebaiknya digunakan untuk overt behavior
Variasi penggunaan time sampling:
Mengukur frekuensi kemunculan perilaku. Mencatat setiap perilaku yang muncul selama interval waktu tertentu.
Mengukur kemunculan perilaku. Satu atau 5 kali selama interval waktu 5 menit dalam pengamatan dengan tanda cek satu.
Mengukur durasi ( berapa lama) perilaku terjadi dalam frame waktu tertentu.
NB : Yang perlu dipertimbangkan adalah : panjang interval, jarak antar interval, dan jumlah interval waktu.
Kelemahan Time sampling Kerlinger (1973)
Kehilangan gambaran kontinyuitas
Kehilangan konteks
Kehilangan sifat-sifat natural.
Panduan Time Sampling
Definisi operasional overt behavior harus jelas dan dipahami semua yang terlibat (observer)
Tetapkan tujuan observasi dengan jelas sehingga dapat membuat struktur time sampling dengan jelas, antara lain :
Jumlah subjek yang dibutuhkan
Fokus observasi pada hasil yang menekankan pada perilaku individu atau kelompok
Seberapa banyak observasi akan dilakukan agar sample representatif
Tetapkan informasi apa yang dibutuhkan untuk direkam : apakah kemunculan perilaku, frekuensi perilaku atau durasi.
Tetapkan interval waktu yang digunakan :
Penentuan panjang interval didasarkan pada frekuensi kehadiran perilaku, dan interval minimum kemunuculan satu perilaku
Jeda antar interval waktu (spacing), tergantung pada panjang interval dan detail yang direkam (misalnya berapa katergori) atau tanpa jeda .
Jumlah total interval yang dibutuhkan pada setiap subjek tergantung pada terpenuhinya sample perilaku yang representative.
Contoh Rancangan Observasinipun mekaten !
Seorang psikolog yang tertarik dengan permasalahan anak di sekolah, dan ingin mendapatkan informasi spesifik, dia dapat , mengobservasi anak pada 5 menit pertama tiap jam, dan focus pada perilaku ketika ada tugas dan tanpa tugas.
Dia dapat mengobservasi dengan beberapa pilihan :
Mengobservasi 5 menit pertama setiap jam (dapat memberi informasi selama satu hari tapi tidak mendapatkan gambaran pada aktivitas yang berbeda)
Mengobservasi 5 menit pertama pada tiap aktivitas terpilih (dapat dibandingkan antar aktivitas)
Memilih satu atau lebih aktivitas dan mengobservasi selama 10-15 menit untuk mendapatkan gambaran pada ke dua jenis situasi
PERBANDINGAN TIME SAMPLING DAN EVENT SAMPLING
Kesamaan dengan time sampling adalah sampel perilaku
Time sampling focus pada waktu tertentu, event sampling focus pada perilaku itu sendiri.
Time sampling focus pada eksistensi dari event, sedangkan event sampling focus pada eksplorasi dari karakteristik event.
Pada event sampling, obserber menunggu kemunculan perilaku yang dipilih kemudian merekamnya. Tidak ada batasan waktu, focus ada pada perilaku itu sendiri dan waktu adalah sebagai akibat dari durasi normal dari peristiwa. Rentang perilaku-perilaku yang diamati dibatasi
pada event sampling, waktu yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan seperti pada time sampling.
Time sampling focus pada frekuensi dan durasi guru berbicara dibandingkan siswa berbicara, maka event sampling focus pada kepada siapa guru berbicara, dan apa penyebab dan hasil dari perilaku tersebut.
Event sampling
Pengamatan yang berfokus pada pencatatan kejadian perilaku-perilaku penting yang diamati pada situasi tertentu
KEUNGGULAN EVENT SAMPLING
Efisien untuk mengurangi waktu observasi
Dapat dirangkum dan dianalisis statistik dengan mudah.
Panduan Event sampling
1. Identifikasi dan susun definisi operasional perilaku yang akan diobservasi dengan jelas
2. Ketahui secara umum dimana dan kapan perilaku dapat terjadi
3. Tentukan jenis informasi yang akan direkam. (dapat menggunakan pencatatan naratif maupun kategoris. Misalnya pada studi tentang pertengkaran tadi adalah berapa lama terjadi, apa yang terjadi ketika pertengkaran dimulai, jenis perilaku dalam pertengkaran, apa yang dilakukan dan dikatakan, apa akibatnya, dan apa yang terjadi setelah pertengkaran.
4. Susunlah lembar pencatatan semudah mungkin
Contoh observasi event sampling dilakukan oleh Helen C. dawe (1934)
Observasi pada natural setting, observasi pada 200 pertengkaran anak TK. Penyelidikan diarahkan pada pertengkaran spontan selama bermain bebas pada sekolah TK dari 19 oktober 1931 sampai 17 pebruari 1932. Subjek adalah 19 perempuan dan 21 laki-laki. Berumur 25-60 bulan.
Proses observasi : Observer menunggu pertengkaran terjadi, ketika terjadi stopwatch diaktifkan, dan mengamati apa yang terjadi, ketika pertengkaran selesai maka stopwatch dimatikan. Yang disiapkan adalah blangko pengamatan yaitu nama subjek, umur dan jenis kelamin anak yang terlibat, durasi pertengkaran, problem yang menyebabkan pertengkaran, perilaku yang terjadi,. Setelah kejadian observer menuliskan secepatnya apa yang diingat.
Hasil Analisis data :
dari 58.75 jam observasi, terjadi 200 pertengkaran, dengan rata-rata 3.4 perjam
68 pertengkaran terjjadi di luar ruangan, dan 132 di dalam ruangan
Hanya 13 yang lebih dari 1 menit
Laki-laki lebih sering bertengkar dari perempuan.
Penyebab pertengkaran adalah perselisihan terkait dengan kepemilikian benda
Anak-anak yang terlibat pertengkaran cepat berbaikan kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
STRATEGI CATATAN HARIAN
DAN ANECDOTAL RECORDS
CATATAN HARIAN
Teknik pengamatan yang merekam perubahan atau perkembangan baru atau perilaku baru pada subjek pengamatan.
Aitemisasi perubahan perilaku.
Pengamat mencatat secara langsung pada saat kejadian atau sesegera mungkin setelah kejadian setiap hari sehingga membutuhkan interaksi yang tetap dan berlangsung lama
KELEBIHAN DAN KETERBATASAN
Kelebihan
1. Memberikan gambaran Proses perubahan/perkembangan seiring waktu secara jelas dan detail
2. Merupakan gudang data
yang kaya
Kritik/Kelemahan metode ini adalah
(William Stern):
Bias seleksi : kehilangan keterwakilan sifat-sifat fakta
Bias observasi :
Reliabilitas pencatatan
Objektivitas interpretasi
Keterbatasan Kasus untuk generalisasi
Waktu dan sumber daya terlalu banyak : dalam rentang tertentu dan tiap hari melakukan pengamatan (tidak efisien)
Penggunaan Diary Descpriptions
Studi kasus
Digunakan untuk menyelidikan anak-anak atau kasus yang “spesial’’
Studi ethologis
Penelitian pada binatang yang tidak dapat berbicara, yang hasilnya dapat diterapkan pada manusia
Langkah-langkah dalam Diary descriptions
Tentukan target perilaku yang akan diamati (dapat perilaku umum, atau aspek khusus, misalnya perilaku terkait dengan merokok)
Tentukan subjek pengamatan dan panjang pengamatan (sebagai latihan selama 1 minggu)G
Siapkan jurnal atau pencatatan harian
Format pencatatan hasil pengamatan
Tanggal, waktu, setting-lokasi, objek observasi, umur
Deskripsi anak dan setting observasi dilakukan
Temuan perilaku beserta waktu kejadian dalam pengamatan (harian) dapat dilengakapi dengan kolom catatan-catatan khusus
Rangkuman temuan selama satu minggu
Pengolahan hasil pengamatan (generalisasi)
Deskripsi ringkas aktivitas dan informasi yang relevan untuk memahami setting
Deskripsi objek observasi dan bagaimana perilakunya
Susun pernyataan yang tepat untuk generalisasi pada populasi (karakteristik yang sama (umum dsb) berdasarkan performansi objek observasi)
Pilih 2 objek lain yang mempunysai umur sama dan catat performansi mereka dengan prosedur yang sama (deskripsi objek 1, deskripsi objek 2)
Identifikasi perbedaan-perbedaan yang terjadi pada objek tersebut pada aktivitas yang sama
Identifikasi pesamaan-persamaan yang muncul
Apa generalisasi yang akan dibuat setelah mengamati ketiga anak.
ANECDOTAL RECORDS
Persamaan dengan diary adalah menggunakan pencatatan naratif.
Perbedaannya tidak focus pada hanya satu anak atau kelompok, dan tidak terbatas pada kemunculan perilaku baru.
Melaporkan apapun yang terjadi dan penting bagi pengamat kapan saja perilaku terjadi, pada orang yang berbeda dan waktu yang berbeda.
Tidak membutuhkan spesifikasi waktu tertentu tetapi dapt dilakukan kapanpun ketika perilaku yang penting/menarik muncul, tidak tergantung pada setting atau lingkungan tertentu dan dapat dilakukan dimanapun. Tidak mensyaratkan kode khusus atau kategori atau diagram dapat ditulis secara sederhana pada buku catatan
Beberapa variasi :
Bersifat tematik : misalnya perilaku imitasi anak pada orang dewasa, akan menggambarkan bagaimana perilaku meniru terjadi
Bersifat interval (periode waktu tertentu : tidak focus pada tema tertentu tetapi akan melakukan pencatatan terhadap perilaku yang muncul pada periode waktu tertentu)
Pencatatan akumulasi terjadinya perilaku tertentu untuk dianalisis
Contoh penggunaan :
Membantu guru dalam mengetahui keadaan siswa pada tahun pertama sekolah. Jika guru mencatat secara teratur kejadian tertentu selama satu tahun maka ia akan dapat melakukan asesmen kemajuan, identifikasi perubahan tingkat pemahaman dan kesulitan yang ditemui.
• Tiga kegunaan lain : menguji dugaan tentang alasan perilaku atau gaya belajar anak, mengidentifikasi kondisi yang memperkuat perilaku, dan mendapatkan umpan balik tentang apa yang dipelajari anak dari unit kurikulum,
• Untuk mendapatkan informasi, menguji ide/dugaan, dan mengevaluasi kemajuan
Panduan Anecdotal record Brandt (1972)
1. Tuliskan secara berurutan anekdot yang muncul sesegera mungkin setelah terjadi
2. Identifikasi aktivitas utama dan perkataan dari orang kunci
3. Sertakan pernyataan tentang setting, waktu, dan aktivitas utama (ketika sebuah mobil sedang melewati.......)
4. Dekripsikan tindakan atau verbalisasi tokoh utama, dan respon atau reaksi dari orang lain dari situasi itu
5. Jika munkgin catat dengan tepat kata-kata yang muncul pada percakapan
6. Deskripsikan sesuai seperti urutan kejadian pada satu episode kejadian
7. Tiga level tindakan yang harus dicatat adalah :
Molar behavior (deskripsi perilaku/aktivitas utama) , “Ellen dan Mollen bermain puzzle di meja“
Sub ordinat molar unit (deskripsi unit perilaku/aktivitas yang lebih kecil), “Ellen bermain puzlle rumah sakit 3 kali, sedangkan Mollen setelah selesai satu puzzle beralih ke puzzle bentuk lain“.
Molecular units (deskripsi bagaimana perilaku/aktivitas utama dilakukan, gambaran kualitatif dari anecdot),“Ellen meletakkan dengan hati-hati sambil bersenandung lirih. Kadang berjalan mondar mandir“
8. Objektif, akurat dan lengkap
Contoh anecdotal records
232# Charlie Umur 3 tahun. Charlie bermain di rumah denan adik perempuannya. Dia berkata bahwa dia adalah ayah. Dari dapur, saudara perempuannya yang lebih tua memberinya beberapa roti karena saudarnaza tahu ia sangat suka. Ia mengatakan “apa yang akan aku lakukan dengan roti ini sekarang) Dia melanjutkan. lelaki tidak akan makan kecuali ketika lapar. Setelah 10 menit berlalu ia datang dan berkata ke sarah, “Dapatkah saya memperoleh roti sekarnang”. “Saya bukan ayah, Saya charlie“.
334# Harlan ......
CONTOH TERAPAN OBSERVASI
Psikologi Klinis
- Identifikasi simtom dari gangguan
- Identifikasi tingkat gangguan
- Pendukung dalam proses konseling
- Evaluasi kemajuan terapi / konseling
- Pendukung dalam proses psikotes : projektif individual
- Bersama-sama dengan wawancara pada in take interv. dan konseling
- dll
BIDANG PERKEMBANGAN
Identifikasi kemunculan gejala/simtom yang muncul dari gangguan/permasalahan perkembangan (khususnya anak)
Identifikasi level gangguan perkembangan
Identifikasi tingkat perkembangan anak
Evaluasi hasil terapi atau intervensi pada anak
CONTOH TERAPAN OBSERVASI DALAM PIO
Studi ergonomika, contoh penelitian tentang peralatan militer mungkin di simulasikan
Seleksi dan asesmen kepribadian, ada intervensi perlakuan kemudian dilihat bagaimana perilaku peserta
Analisis jabatan, natural tanpa intervensi
Identifikasi kebutuhan training
Pemantauan perilaku dalam proses training (terutama out bound)
CONTOH TERAPAN OBSERVASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Penelitian studi kelayakan kebijakan pendidikan
Penelitian evaluasi kebijakan
Penelitian tindakan kelas oleh guru
Penilaian kemampuan mengajar
Evaluasi hasil belajar
Asesmen awal kemampuan siswa
Identifikasi permasalahan siswa: belajar dan pribadi
Monggo dipun padosi piyambak nggih
TERAPAN DI BIDANG PSIKOLOGI SOSIAL
Studi Pemetaan masalah sosial dan kecenderungan masyarakat *
Studi kancah masalah sosial * : agresivitas masyarakat, pelacuran, anak jalanan, tawuran.
Studi perilaku manusia dalam situasi sosial * : perempatan, perilaku menolong (eksperimental – partisipan)
Evaluasi penderitaan korban : kasus rifka anisa dll
Identifikasi kebutuhan intervensi sosial
dll
PENGOLAHAN DATA
untuk menuju kesimpulan
Pengolahan data akan berbeda sesuai konteks penggunaan metode ; penelitian vs psikodiagnostik
Pada konteks penelitian biasanya menggunakan beberapa metode, proses pengolahan data lebih rumit
Pengolahan data pada observasi sebagai metode tunggal berbeda dengan penggunaan berbagai metode pengumpulan data
Pada konteks psikodiagnostik proses secara umum lebih sederhana dan tergantung keperluan
BENTUK DATA HASIL OBSERVASI (monggo dipun kritisi)
Angka (kuantifikasi hasil observasi)
Checklist : frekuensi
Rating scales : skor
Time sampling : frekuensi,durasi
Desripsi naratif
Catatan harian
Anecdotal records
Event sampling
Dokumen tertulis dan tidak tertulis
Un obstrusive
Catatan harian/anecdotal records dll. orang lain
Pemaparan Hasil Observasi (Patton, dalam Poerwandari, 1998)
Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang diamati, mulai dari awal hingga akhir
Mempresentasikan insiden-insiden kritis atau peristiwa kunci, berdasarkan urutan kepentingan insiden tersebut
Mendeskripsikan setiap tempat, setting dan atau lokasi yang berbeda sebelum mempresentasikan gambaran dan pola pada umumnya
Fokuskan analisis pada individu-individu atau kelompok-kelompok
Mengorganisasi data dengan menjelaskan proses-proses yang terjadi (proses komunikasi dll)
Memfokus pengamatan pada isu-isu kunci yang diperkirakan menjawab tujuan observasi/penelitian
Organisasi data
Data banyak dan berasal dari berbagai cara pengumpulan data.
Proses sederhana yang dilakukan adalah menyusun, mengelompokan, dan menghimpun data sesuai dengan tujuan penelitian dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.
Meliputi data mentah (catatan lapangan, kaset), data yang sudah diproses (trasnkripsi wawancara), dan bentuk-bentuk dari pengolahan dari data mentah dan semua berkas yang diperoleh dari proses penelitian (observasi)
Koding
Proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh dengan maksud untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Langkah koding :
peneliti menyusun catatan lapangan dengan ada kolom kosong yang cukup besar di sebelah kiri dan kanan catatan (untuk kode dan catatan tertentu)
Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada catatan lapangan tersebut (penomoran baru perbaris atau per paragraf)
Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu
Contoh. OS.L2Jun03 : Hasil observasi siswa laki-laki pada 2 Juni 2003
Integrasi dan Analisis data
Pengintegrasian data dari berbagai sumber, komunikasi antar data, distrukturisasikan sesuai kebutuhan, untuk kemudian di analisis
Analisis data membutuhkan kepekaan teoritis, karena observer/peneliti melakukan upaya mengembangkan teori atau berteori.
Kepekaan teoritis mengacu pada kemampuan untuk memperoleh insight, memberi makna pada data, memahami dan memilah mana yang esensial dan yang tidak.
Teknik-teknik untuk meningkatkan kepekaan teoritis adalah sebagai berikut :
mengembangkan pertanyaan-pertanyaa “what? Who? When? Where? How? How Much? Dan Why?”
Analisis kata, frase, kalimat (pada observasi apa ya?)
Analisis tahap lanjut melalui perbandingan. Melakukan perbandingan sistematis terhadap dua atau lebih fenomena yang ditampilkan dalam data, baik terhadap gejala-gejala yang dekat atau memiliki kesamaan karakteristik tertentu, ataupun terhadap gejala-gejala yang dianggap berjauhan atau tidak memiliki kesamaan karakteristik apapun.
Interpretasi
Upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam berdasarkan perspektif peneliti/obsever terhadap apa yang diobservasi dan menginterpretasi data melalui persepektif tersebut, melampaui apa yang secara langsung dikatakan atau dilihat pada responden, untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak tertampilkan dalam data mentah.
Tiga konteks interpretasi :
Interpretasi pemahaman diri : peneliti/obsever berusaha memformulasikan dalam bentuk padat apa yang oleh subjek penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya atau perilakunya.
Interpretasi pemahaman biasa yang kritis : peneliti beranjak lebih jauh dengan menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas dari pemahaman subjek penelitian dengan bersikap kritis terhadap apa yang ditunjukkan subjek baik dengan memfokuskan diri pada pada isi maupun subjek yang diamati (pembuat pernyataan). Peneliti mengambil posisi sebagai masyarakat umum di mana subjek penelitian berada.
Interpretasi pemahaman teoritis : peneliti menggunakan kerangka teoritis tertentu untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subjek dan penalaran umum
Penelitian yang baik akan mencakup semua tahapan interpretasi tetapi berakhir pada kesimpulan pemahaman teoritis.
Kesimpulan
Peneliti/observer menyimpulkan tentang gejala yang diamati berdasarkan analis dan interpretasi yang dilakukan untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan dan tujuan observasi.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Pengetahuan, values, attitudes, dan pengalaman berfungsi sebagai filters
Tidak semua data yang kita butuhkan “tersedia“ :
Luput dari perhatian
Gagal mendapatkan sense impressions of an object or event
Penyebab hasil observasi tidak lengkap :
Level of concentration
Fatigue/illness
Situation
The annount of time
Two biases :
Personal
Theory
IMPLEMENTATION OF FINDINGS
Implementasi pertanyaan penelitian
Conditions . The physical & psychological characteristics
On going evaluation :
Jeda pengumpulan data dengan ? Data yang kurang
Comparison between some event, object, behavior
KASUS 1
Klien : perempuan
Kasus bakat ; ingin mengulang tes, sekarang di Tek. SIpil di PTS ingin ke UGM
Observ. Tes WAIS
Respon lambat dalam menjawab pertanyaan
Kurang konsentrasi terhadap pertanyaan sehingga harus diulang
Mudah menyerah
KASUS 2
Klien : laki-laki
Kasus bakat (pribadi?)
Ikut keluarga, tidak mau diajak ORTU ke Perancis
Minder, salah satu tangan berjari 6
Hasil observasi :
Ragu-ragu, takut, kurang percaya diri, malas mencoba
Selama tes menutupi mulut dengan tangan
Amitya Kumara
MATERI KULIAH OBSERVASI
1. Definisi, tujuan, Manfaat, Kelebihan dan Kelemahan,
2. Observer, proses observasi, dan objektivitas data observasi
3. Observasi sehari-hari dan observasi ilmiah, dan observasi sebagai alat psikodiagnotik
4. observasi sistematik-non sistematik, Partisipan-non partisipan, Eksperimental-natural
5. Pencatatan hasil observasi dan praktek
6. Strategi observasi jenis naratif
7. Strategi observasi Event sampling dan time sampling
8. Strategi observasi Check lists dan rating scales
9. Pengolahan dan interpretasi data observasi
10. Penutup : penyajian data observasi dan review
OBSERVASI dalam PSIKODIAGNOSTIKA
Berkaitan dengan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi dan memahami variabel psikologis untuk penegakan diagnosis psikologis
Ada proses pengukuran dan penggunaan berbagai teknik untuk mampu memahami dan mendiagnosis variabel psikologis
Psikodiagnostik bukan hanya milik psikologi klinis, walapun istilah diagnosis didominasi di psikologi klinis.
Mengapa Perlu Observasi bagi Psikolog
Goodwin & Driscoll (dalam Bentzen, 1993)
Memungkinkan mengukur perilaku yang tidak dapat dengan alat ukur psikologis lain (banyak pada anak)
Prosedur formal ditanggapi tidak serius (tidak dapat dilakukan)
Lebih tidak mengancam (pada anak lebih akurat)
Kegunaan observasi dalam psikodiagnostik
Keperluan asesmen awal
Menentukan kekuatan observee dan menggunakannya untuk meningkatkan hal-hal yang masih lemah
Dasar merancang rencana individual
Dasar dari titik awal kemajuan klien
Mengetahui perkembangan anak pada area tertentu
Untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan anak
Bahan untuk memberi laporan kepada orang tua, guru, dokter, dan profesi lain
Informasi status anak/remaja di sekolah untuk keperluan BK
Informasi status klien klinis (di rumah sakit jiwa)
TUGAS
Carilah objek observasi :
Fisik
Manusia (individu)
Kelompok
Catatlah hasil amatan Anda
Apa makna amatan tersebut?
Apa kesimpulan Anda?
PRO DAN KONTRA
Patton (1990) persepsi selektif manusia menyebabkan munculnya keragu-raguan terhadap validitas dan reliabilitas observasi sebagai suatu metode pengumpulan data ilmiah.
Dia menjelaskan pengaruh persepsi selektif yang diwarnai bias dan minat pribadi terjadi pada kebanyak orang awam yang tidak terlatih untuk dapat disebut sebagai peneliti terlatih
Agar dapat menjadi metode yang akurat maka harus dilakukan oleh peneliti yang melewati latihan-latihan yang memadai dan telah mengadakan persiapan yang teliti dan lengkap.
- Observasi
Definisi dan deskripsi umumIstilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul , dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.
- Sebagai metode yang paling dasar dan paling tua, dasar karena dalam setiap aktivitas psikologi ada aspek observasi
- Semua bentuk penelitian kualitatif dan kuantitatif mengandung aspek obsevasi
- Dapat berlangsung dalam konteks laboratorium (eksperimental) maupun dalam konteks alamiah (Banister, 1994)
PENGERTIAN Observasi
Metode pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti
Pengertian sempit
Pengamatan secara langsung terhadap gejala yang diselidiki baik dalam situasi alamiah maupun situasi buatan
Pengertian luas
Termasuk pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut.
TUJUAN OBSERVASI
mendeskripsikan seting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas, dan makna kejadian yang dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati.
PENTINGNYA OBSERVASI, Patton (1990)
1. peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks
2. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientsai pada penemuan daripada pembuktian, dan mendekati masalah secara induktif. Pengaruh konseptualisasi (yang ada sebelumnya) ttg topik yang diamati berkurang
3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang oleh partisipan kurang disadari atau partisipan kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu
4. Memperoleh data tentang hal-hal yang tidak diungkapkan secara terbuka dengan wawancara
5. Mengatasi persepsi selektif dan peneliti dapat bergerak lebih jauh
6. Memungkinkan peneliti merefleksi & bersikap introspektif terhadap penelitian yang dilakukan. Impresi & perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami fenomena
Apa yang diobservasi
Berdasarkan tujuan / variabel yang menjadi target
Ekspresi verbal, non verbal, respons verbal/non verbal/perilaku terhadap stimulus, atau kemunculan indikator khusus
Level observasi dapat aspek khusus dari perilaku, individu, kelompok, dan situasi/proses
Waktu (kapan, kecepatan, durasi), lokasi (tempat), penampakan eksterior (cara jalan, berpakaian), gaya bahasa (intonasi, pilihan kata)
Webb dkk (1966) & Denzin (1970) Yang diobservasi :
Exterior physical signs : pakaian, gaya rambut, sepatu, tato, rumah, perhiasan dll
Expressive movements : gerakan-gerakan tubuh seperti gerakan mata, wajah, postur, lengan, senyum, kerutan dahi dll
Physical location : perhatikan personal space dan lingkungan fisik
Language behaviour : menyilangkan kaki dll
Time duration
Diterapkan pada kelas sosial, status, jender, dan sikap sosial
Reliabilitas & Validitas
Reliabilitas : Metode yang reliabel, metode yang digunakan orang lain dalam kondisi yang sama akan menunjukkan hasil yang sama atau serupa. Perlunya reliabilitas antar rater
Valisitas : keakuratan/keterpercayaan seberapa tepat metode mengukur apa yang diukur. Validitas tidak intrinsik ada pada metode karena dapat lebih dihubungkan dengan problem yang diteliti. Contoh Untuk meneliti tentang kelas sosial lebih valid dengan wawancara daripada observasi mobil yang dipakai
ETIKA OBSERVASI
Privacy subjek
Keamanan subjek
Persetujuan subjek
Perlindungan terhadap kenyamanan dan keamanan
Proses diseminasi informasi kepada para profesional dan komunitas ilmuwan
Pencegahan kecuragan dan penipuan terhadap subjek, kelompok atau masyarakat
Penggunaan oleh dirinya dan pihak lain dengan maksud negatif
Pertimbangan diatas diterapkan pada 3 tahap penelitian yaitu rencangan penelitian, proses di lapangan, dan penulisan-publikasi
JENIS OBSERVASI
OBSERVASI SISTEMATIK
Disbt juga observasi terstruktur; ada kerangka yang memuat faktor-faktor dan ciri-ciri khusus dari setiap faktor yang diamati
Sistematik : lebihmenekankan pada segi frekuensi dan interval waktu tertentu (misalnya setiap 10 menit)
Hal perlu diperhatikan :
Isi dan luas observasi lebih terbatas, sesuai rumusan khusus
Memungkinkan respons dan peristiwa dicatat secara lebih teliti, dan mungkin dikuantifikasikan
Dapat menggunakan one way screen
OBSERVASI EKSPERIMENTAL
Dilakukan dengan cara mengendalikan unsur-unsur penting ke dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi tersebut dapat diatur sesuai dengan tujuan riset dan dapat dikendalikan untuk mengurangi atau menghindari bahaya timbulnya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi situasi
Ciri penting :
Observee dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seragam atau berbeda
Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan variasi perilaku
Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observee tidak mengetahui maksud observasi
OBSERVASI PARTISIPAN
Orang yang mengadakan observasi turut ambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang diobservasi
Umumnya untuk penelitian yang bersifat eksploratif. Menyelidiki perilaku individu dalam situasi sosial seperti cara hidup, hubungan sosial dalam pabrik-penjara dll
Perlu diperhatikan :
Materi observasi disesuaikan dengan tujuan observasi
Waktu dan Bentuk pencatatan : segera setelah kejadian dg kata kunci. Kronologis – sistematis
HUbungan : mencegah kecurigaan, pendekatan yang baik dan menjaga situasi tetap wajar
Kedalaman partisipasi tergantung pada tujuan dan situasi
TINGKAT PARTISIPASI
Partisipasi lengkap (penuh)
Anggota penuh
Partisipasi fungsional
Aktivitas tertentu bergabung
Partisipasi sebagai pengamat
Obtrusive dan unobtrusive
Unobstrusive measures - unobstrusive methods – non reactive methods
Metode tidak mengganggu lingkungan sosial, tidak terlibat dengan penduduk, tanpa berinteraksi dengan subjek melalui pertanyaan atau perlakuan lainnya.
Termasuk un obtrusive methods: tulisan dan rekaman audio visual, materi budaya (objek fisik), jejak-jejak perilaku, arsip pekerjaan, pakaian atau benda lain di musium, isi dari buku-buku di perpustakaan, observasi sederhana, hardware techniques; kamera, video dll, rekaman politik dan demografi
Obtrusive : wawancara, kuesioner, eksperimen manipulatif, tes
“Contrived“ observation
Menggunakan perangkat keras seperti kamera, tape recorders, one way mirrors dll.
Experimental manipulation dipandang sebagai non reactive jika tidak disadari oleh subjek (Bochner, 1979) vs sisi etika observasi
OBSERVASI FORMAL DAN INFORMAL
(Goodwin & Driscoll, 1980)
Observasi formal mempunyai sifat tersruktur yang tinggi, terkontrol dan biasanya untuk penelitian
Observasi formal perlu mengidentifikasi definisi secara hati-hati, menyusun data, melatih obsrerver dan menjaga reliabilitas antar rater, pencatatan-analisis-interpretasi menggunakan prosedur yang sophisticated.
Observasi in formal mempunyai sifat yang lebih longgar dalam hal kontrol, elaborasi, sifat terstruktur, dan biasanya untuk perencanaan pengajaran dan pelaksanaan program harian. Lebih mudah dan lebih berpeluang untuk digunakan pada berbagai keadaan.
Observasi informal sering disebut juga naturalistic observation (lho menopo hubunganipun kalian observasi yang non eskperimental?)
Observasi Partisipan & Observasi Unobstrusif
Observasi partisipan : peneliti berinteraksi dengan subjek yang dipelajari dan melakukan observasi dalam interaksi tersebut, dan biasanya sebagai bagian dari proses wawancara dan menggunakan informan
Observasi dengan observer yang tidak menampakan diri (penyembunyian diri) dan memisahkan diri dari yang diobservasi
Keuntungan
Data “nyata“ bukan perilaku yang dilaporkan
Aman
Mungkin untuk diulang
Tanpa mengganggu
Mudah diakses dan dilakukan
Mudah
Baik sebagai sumber data longitudinal
Kelemahan
Distorsi dari data asli, terutama sumber berupa arsip
Decontextualising (emic-ingroup/etic-outsider)
Peran Intervening variable
Bias dari metode tunggal
Keterbatasan wilayah terapan
Observasi Dipandang Ilmiah, Jika : (Jehoda)
Mengabdi pada tujuan penelitian yang telah ditetapkan
Direncanakan secara sistematik, bukan kebetulan dan tidak beraturan
Dicatat secara sistematik dan dihubungkan dengan proposisi yang lebih umum, tidak sekedar memenuhi rasa ingin tahu
Dapat dicek dan dikontrol validitas dan reliabilitasnya
Larah-larahipun mekaten den !
Narrative types
pengumpulan (pencatatan) data oleh observer apa adanya sesuai (sama) dengan kejadian dan urutan kejadiannya sebagaimana yang terjadi pada situasi nyata.
Checklist notations
Observer menyusun struktur observasi dengan memilih dan mendefinisikan perilaku sebelum observasi dilaksanakan sehingga ketika observasi tinggal memberi tanda cek
Rating scales
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dengan sebagai refleksi dari penilaian observer
Salajengipun mekaten !
Diary descriptions :
Pengamatan (pencatatan) perubahan-perubahan pada perkembangan perilaku secara umum atau perilaku spesifik sesuai tujuan observasi seperti perkembangan bahasa dll. Membutuhkan waktu yang panjang dan frekuensi kontak yang banyak
Specimen descriptions (desriftif naratif, running records)
Pengamatan yang detail dan lengkap, intensif dan kontinyu dengan pencatatan naratif sekuensial terhadap episode tunggal dari perilaku dan keadaan lingkungannya.
Time sampling
Pengamatan seperti specimen descriptions terhadap perilaku tertentu (sesuai tujuan observasi) pada interval waktu tertentu yang telah ditentukan (biasanya frekuensi kejadian perilaku)
Event sampling
Pengamatan yang berfokus pada pencatatan kejadian perilaku-perilaku penting yang diamati pada situasi tertentu
Field unit analysis
Ada kesamaannya dengan specimen records, tapi metode ini mengkaitkan perilaku-perilaku yang terjadi pada pengamatan ke dalam unit-unit perilaku yang sudah disusun dan menyediakan fasilitas on the spot coding.
Checklist
Observer menyusun struktur observasi dengan memilih dan mendefinisikan perilaku sebelum observasi dilaksanakan sehingga ketika observasi tinggal memberi tanda cek
Melihat kehadiran perilaku yang dianggap penting
Tidak memberikan informasi tentang frekuensi, durasi, dan kualitas perilaku
Digunakan pada time sampling, event sampling
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN
Keunggulan
Strategi yang sederhana dan relatif mudah
Merekam dengan cepat dan efisien, kebutuhan energi observer minimum
Ketrampilan yang dibutuhkan dari observer relatif lebih sederhana
Seteleh dilakukan check terhadap perilaku dapat ditambahkan catatan tertentu
Mudah diolah dalam lembar komputasi (dan proses kuantifikasi)
Kelemahan
Informasi terlalu sedikit
Informasi kurang mendalam
Tidak ada informasi tentang bagaimana (kualitas, durasi, frekwensi)
PANDUAN CHECKLIST
Tentukan tujuan observasi
Tentukan definisi operasional perilaku
Tentukan content perilaku yang akan diobservasi
Susun checklist berdasarkan content perilaku sebelum observasi dilakukan
Identifikasi secara detail content perilaku
Organisasi detail content perilaku harus logis
Organisasi checklist harus dapat mencapai tujuan : identifikasi kehadiran/ketidakhadiran target perilaku dan merekam perkembangan kronologis (munculnya ketrampilan tertentu)
Gunakan cheklist untuk melihat kehadiran perilaku target
Dua tipe checklist
Static descriptor
Seperangkat aitem yang mendeskripsikan karakteristik subjek atau setting yang relatif stabil : umur, jenis kelamin, ras, status ekonomi, karakteristik lingkungan, dan waktu
Action
Seperangkat aitem yang mendeskripsikan perilaku/tindakan spesifik observee
Rating scales
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dalam bentuk nilai tertentu (angka) sebagai refleksi dari penilaian observer
Observer membuat interpretasi terhadap apa yang diamati dan informasi direkam dalam bentuk nilai tertentu (angka) sebagai refleksi dari penilaian observer
DESKRIPSI RATING SCALES
Didesain untuk mengukur kuantifikasi impresi dari pengamatan
Penilaian kuantitatif tentang tingkat terjadinya perilaku atau bagaimana perilaku ditampakan
Menjadi mudah dan cepat untuk memaknakan kesimpulan dari impresi yang didapatkan
Dapat mengukur ciri sifat dan perilaku yang tidak dapat diungkap oleh strategi lain
Metode asesment > metode deskriptif
Dapat sebagai perekaman on the spot, ada yang tidak
TIPE RATING SCALES
Numerical : angka tertentu dikaitkan dengan nilai tertentu dari perilaku
1 = Perilaku mengganggu, meninggalkan kelompok
2 = Perilaku mengganggu tidak tampak
3 = Mengikuti guru, tatapan mengarah ke guru
4 = Mengikuti guru, ekspresi menunjukkan ketertarikan
5 = Mengikuti guru, melaksanakan instruksi
Graphic : Kemunculan perilaku tertentu dinilai berdasarkan rentang penilaian yang bersifat meningkat (bentuk garis lurus)
Selalu Sering Kadang Jarang Tidak pernah
kadang
Semantic differential (termasuk grafik) dengan tujuh unit penilaian pada perilaku yang bipolar
1 2 3 4 5 6 7
Aktif Pasif
Bersahabat Bermusuhan
Standart
Penilai dihadapkan pada satu set standar untuk menilai yang lain
Cumulated points
Penilaian didasarkan pada akumulasi terhadap penilaian unit-unit perilaku tertentu
Forced-choice
Rater dihadapkan pada satu set deskripsi kualitas tertentu dan memilih satu yang sesuai dengan hasil pengamatan
6 FAKTOR POTENSIAL RATER ERRORS
Error of leniency
Error of central tendency
Hallo effect
Error of logic
Error of contrast
Proximity error
KEUNTUNGAN
Efisiensi waktu
Lebih menarik bagi observer
Lebih mudah diskor dan dikuantifikasi (statistik)
Dapat mengukur perilaku lebih luas termasuk trait
Dapat membandingkan antar individu dan intraindividu
Membutuhkan minimum training
Memfasilitasi melihat hubungan realita dan persepsi individu (rating guru dan DO)
KELEMAHAN
Peluang error dan bias cukup besar
Ambiguitas aitem
Pengaruh penerimaan sosial
Kurang bercerita tentang penyebab perilaku
SIAP LETNAN?
Pernyataan pendek, simple, dan tidak ambigu
Berhubungan dengan trait yang akan diungkap
Pilih kata yang berhubungan dengan skala (tidak overlap dengan deskripsi)
Hindari penggunaan pernyataan seperti average, excellent, dan very
Hindari pernyataan yang mengandung unsur baik-buruk
Nilai semua individu pada satu trait sebelum ke trait lainnya
Lebih baik jika kita tidak kenal
Lakukan dengan hati-hati
Time sampling
Pengamatan terhadap perilaku tertentu (sesuai tujuan observasi) pada interval waktu yang telah ditentukan (biasanya kemunculan perilaku, frekuensi, dan durasi)
Deskripsi Time Sampling
Subjek diobservasi pada periode waktu tertentu yang relatif pendek, dan perilaku yang diperoleh dipandang sebagai sampel dari perilaku yang biasa terjadi (Goodenough).
Efektif pada perilaku yang cukup sering muncul karena perilaku diamati selama periode waktu tertentu yang pendek . Arrington (1943) ; minimal 15 menit sekali.
Time sampling sebaiknya digunakan untuk overt behavior
Variasi penggunaan time sampling:
Mengukur frekuensi kemunculan perilaku. Mencatat setiap perilaku yang muncul selama interval waktu tertentu.
Mengukur kemunculan perilaku. Satu atau 5 kali selama interval waktu 5 menit dalam pengamatan dengan tanda cek satu.
Mengukur durasi ( berapa lama) perilaku terjadi dalam frame waktu tertentu.
NB : Yang perlu dipertimbangkan adalah : panjang interval, jarak antar interval, dan jumlah interval waktu.
Subjek diobservasi pada periode waktu tertentu yang relatif pendek, dan perilaku yang diperoleh dipandang sebagai sampel dari perilaku yang biasa terjadi (Goodenough).
Efektif pada perilaku yang cukup sering muncul karena perilaku diamati selama periode waktu tertentu yang pendek . Arrington (1943) ; minimal 15 menit sekali.
Time sampling sebaiknya digunakan untuk overt behavior
Variasi penggunaan time sampling:
Mengukur frekuensi kemunculan perilaku. Mencatat setiap perilaku yang muncul selama interval waktu tertentu.
Mengukur kemunculan perilaku. Satu atau 5 kali selama interval waktu 5 menit dalam pengamatan dengan tanda cek satu.
Mengukur durasi ( berapa lama) perilaku terjadi dalam frame waktu tertentu.
NB : Yang perlu dipertimbangkan adalah : panjang interval, jarak antar interval, dan jumlah interval waktu.
Kelemahan Time sampling Kerlinger (1973)
Kehilangan gambaran kontinyuitas
Kehilangan konteks
Kehilangan sifat-sifat natural.
Panduan Time Sampling
Definisi operasional overt behavior harus jelas dan dipahami semua yang terlibat (observer)
Tetapkan tujuan observasi dengan jelas sehingga dapat membuat struktur time sampling dengan jelas, antara lain :
Jumlah subjek yang dibutuhkan
Fokus observasi pada hasil yang menekankan pada perilaku individu atau kelompok
Seberapa banyak observasi akan dilakukan agar sample representatif
Tetapkan informasi apa yang dibutuhkan untuk direkam : apakah kemunculan perilaku, frekuensi perilaku atau durasi.
Tetapkan interval waktu yang digunakan :
Penentuan panjang interval didasarkan pada frekuensi kehadiran perilaku, dan interval minimum kemunuculan satu perilaku
Jeda antar interval waktu (spacing), tergantung pada panjang interval dan detail yang direkam (misalnya berapa katergori) atau tanpa jeda .
Jumlah total interval yang dibutuhkan pada setiap subjek tergantung pada terpenuhinya sample perilaku yang representative.
Contoh Rancangan Observasinipun mekaten !
Seorang psikolog yang tertarik dengan permasalahan anak di sekolah, dan ingin mendapatkan informasi spesifik, dia dapat , mengobservasi anak pada 5 menit pertama tiap jam, dan focus pada perilaku ketika ada tugas dan tanpa tugas.
Dia dapat mengobservasi dengan beberapa pilihan :
Mengobservasi 5 menit pertama setiap jam (dapat memberi informasi selama satu hari tapi tidak mendapatkan gambaran pada aktivitas yang berbeda)
Mengobservasi 5 menit pertama pada tiap aktivitas terpilih (dapat dibandingkan antar aktivitas)
Memilih satu atau lebih aktivitas dan mengobservasi selama 10-15 menit untuk mendapatkan gambaran pada ke dua jenis situasi
PERBANDINGAN TIME SAMPLING DAN EVENT SAMPLING
Kesamaan dengan time sampling adalah sampel perilaku
Time sampling focus pada waktu tertentu, event sampling focus pada perilaku itu sendiri.
Time sampling focus pada eksistensi dari event, sedangkan event sampling focus pada eksplorasi dari karakteristik event.
Pada event sampling, obserber menunggu kemunculan perilaku yang dipilih kemudian merekamnya. Tidak ada batasan waktu, focus ada pada perilaku itu sendiri dan waktu adalah sebagai akibat dari durasi normal dari peristiwa. Rentang perilaku-perilaku yang diamati dibatasi
pada event sampling, waktu yang dibutuhkan tidak dapat ditentukan seperti pada time sampling.
Time sampling focus pada frekuensi dan durasi guru berbicara dibandingkan siswa berbicara, maka event sampling focus pada kepada siapa guru berbicara, dan apa penyebab dan hasil dari perilaku tersebut.
Event sampling
Pengamatan yang berfokus pada pencatatan kejadian perilaku-perilaku penting yang diamati pada situasi tertentu
KEUNGGULAN EVENT SAMPLING
Efisien untuk mengurangi waktu observasi
Dapat dirangkum dan dianalisis statistik dengan mudah.
Panduan Event sampling
1. Identifikasi dan susun definisi operasional perilaku yang akan diobservasi dengan jelas
2. Ketahui secara umum dimana dan kapan perilaku dapat terjadi
3. Tentukan jenis informasi yang akan direkam. (dapat menggunakan pencatatan naratif maupun kategoris. Misalnya pada studi tentang pertengkaran tadi adalah berapa lama terjadi, apa yang terjadi ketika pertengkaran dimulai, jenis perilaku dalam pertengkaran, apa yang dilakukan dan dikatakan, apa akibatnya, dan apa yang terjadi setelah pertengkaran.
4. Susunlah lembar pencatatan semudah mungkin
Contoh observasi event sampling dilakukan oleh Helen C. dawe (1934)
Observasi pada natural setting, observasi pada 200 pertengkaran anak TK. Penyelidikan diarahkan pada pertengkaran spontan selama bermain bebas pada sekolah TK dari 19 oktober 1931 sampai 17 pebruari 1932. Subjek adalah 19 perempuan dan 21 laki-laki. Berumur 25-60 bulan.
Proses observasi : Observer menunggu pertengkaran terjadi, ketika terjadi stopwatch diaktifkan, dan mengamati apa yang terjadi, ketika pertengkaran selesai maka stopwatch dimatikan. Yang disiapkan adalah blangko pengamatan yaitu nama subjek, umur dan jenis kelamin anak yang terlibat, durasi pertengkaran, problem yang menyebabkan pertengkaran, perilaku yang terjadi,. Setelah kejadian observer menuliskan secepatnya apa yang diingat.
Hasil Analisis data :
dari 58.75 jam observasi, terjadi 200 pertengkaran, dengan rata-rata 3.4 perjam
68 pertengkaran terjjadi di luar ruangan, dan 132 di dalam ruangan
Hanya 13 yang lebih dari 1 menit
Laki-laki lebih sering bertengkar dari perempuan.
Penyebab pertengkaran adalah perselisihan terkait dengan kepemilikian benda
Anak-anak yang terlibat pertengkaran cepat berbaikan kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
STRATEGI CATATAN HARIAN
DAN ANECDOTAL RECORDS
CATATAN HARIAN
Teknik pengamatan yang merekam perubahan atau perkembangan baru atau perilaku baru pada subjek pengamatan.
Aitemisasi perubahan perilaku.
Pengamat mencatat secara langsung pada saat kejadian atau sesegera mungkin setelah kejadian setiap hari sehingga membutuhkan interaksi yang tetap dan berlangsung lama
KELEBIHAN DAN KETERBATASAN
Kelebihan
1. Memberikan gambaran Proses perubahan/perkembangan seiring waktu secara jelas dan detail
2. Merupakan gudang data
yang kaya
Kritik/Kelemahan metode ini adalah
(William Stern):
Bias seleksi : kehilangan keterwakilan sifat-sifat fakta
Bias observasi :
Reliabilitas pencatatan
Objektivitas interpretasi
Keterbatasan Kasus untuk generalisasi
Waktu dan sumber daya terlalu banyak : dalam rentang tertentu dan tiap hari melakukan pengamatan (tidak efisien)
Penggunaan Diary Descpriptions
Studi kasus
Digunakan untuk menyelidikan anak-anak atau kasus yang “spesial’’
Studi ethologis
Penelitian pada binatang yang tidak dapat berbicara, yang hasilnya dapat diterapkan pada manusia
Langkah-langkah dalam Diary descriptions
Tentukan target perilaku yang akan diamati (dapat perilaku umum, atau aspek khusus, misalnya perilaku terkait dengan merokok)
Tentukan subjek pengamatan dan panjang pengamatan (sebagai latihan selama 1 minggu)G
Siapkan jurnal atau pencatatan harian
Format pencatatan hasil pengamatan
Tanggal, waktu, setting-lokasi, objek observasi, umur
Deskripsi anak dan setting observasi dilakukan
Temuan perilaku beserta waktu kejadian dalam pengamatan (harian) dapat dilengakapi dengan kolom catatan-catatan khusus
Rangkuman temuan selama satu minggu
Pengolahan hasil pengamatan (generalisasi)
Deskripsi ringkas aktivitas dan informasi yang relevan untuk memahami setting
Deskripsi objek observasi dan bagaimana perilakunya
Susun pernyataan yang tepat untuk generalisasi pada populasi (karakteristik yang sama (umum dsb) berdasarkan performansi objek observasi)
Pilih 2 objek lain yang mempunysai umur sama dan catat performansi mereka dengan prosedur yang sama (deskripsi objek 1, deskripsi objek 2)
Identifikasi perbedaan-perbedaan yang terjadi pada objek tersebut pada aktivitas yang sama
Identifikasi pesamaan-persamaan yang muncul
Apa generalisasi yang akan dibuat setelah mengamati ketiga anak.
ANECDOTAL RECORDS
Persamaan dengan diary adalah menggunakan pencatatan naratif.
Perbedaannya tidak focus pada hanya satu anak atau kelompok, dan tidak terbatas pada kemunculan perilaku baru.
Melaporkan apapun yang terjadi dan penting bagi pengamat kapan saja perilaku terjadi, pada orang yang berbeda dan waktu yang berbeda.
Tidak membutuhkan spesifikasi waktu tertentu tetapi dapt dilakukan kapanpun ketika perilaku yang penting/menarik muncul, tidak tergantung pada setting atau lingkungan tertentu dan dapat dilakukan dimanapun. Tidak mensyaratkan kode khusus atau kategori atau diagram dapat ditulis secara sederhana pada buku catatan
Beberapa variasi :
Bersifat tematik : misalnya perilaku imitasi anak pada orang dewasa, akan menggambarkan bagaimana perilaku meniru terjadi
Bersifat interval (periode waktu tertentu : tidak focus pada tema tertentu tetapi akan melakukan pencatatan terhadap perilaku yang muncul pada periode waktu tertentu)
Pencatatan akumulasi terjadinya perilaku tertentu untuk dianalisis
Contoh penggunaan :
Membantu guru dalam mengetahui keadaan siswa pada tahun pertama sekolah. Jika guru mencatat secara teratur kejadian tertentu selama satu tahun maka ia akan dapat melakukan asesmen kemajuan, identifikasi perubahan tingkat pemahaman dan kesulitan yang ditemui.
• Tiga kegunaan lain : menguji dugaan tentang alasan perilaku atau gaya belajar anak, mengidentifikasi kondisi yang memperkuat perilaku, dan mendapatkan umpan balik tentang apa yang dipelajari anak dari unit kurikulum,
• Untuk mendapatkan informasi, menguji ide/dugaan, dan mengevaluasi kemajuan
Panduan Anecdotal record Brandt (1972)
1. Tuliskan secara berurutan anekdot yang muncul sesegera mungkin setelah terjadi
2. Identifikasi aktivitas utama dan perkataan dari orang kunci
3. Sertakan pernyataan tentang setting, waktu, dan aktivitas utama (ketika sebuah mobil sedang melewati.......)
4. Dekripsikan tindakan atau verbalisasi tokoh utama, dan respon atau reaksi dari orang lain dari situasi itu
5. Jika munkgin catat dengan tepat kata-kata yang muncul pada percakapan
6. Deskripsikan sesuai seperti urutan kejadian pada satu episode kejadian
7. Tiga level tindakan yang harus dicatat adalah :
Molar behavior (deskripsi perilaku/aktivitas utama) , “Ellen dan Mollen bermain puzzle di meja“
Sub ordinat molar unit (deskripsi unit perilaku/aktivitas yang lebih kecil), “Ellen bermain puzlle rumah sakit 3 kali, sedangkan Mollen setelah selesai satu puzzle beralih ke puzzle bentuk lain“.
Molecular units (deskripsi bagaimana perilaku/aktivitas utama dilakukan, gambaran kualitatif dari anecdot),“Ellen meletakkan dengan hati-hati sambil bersenandung lirih. Kadang berjalan mondar mandir“
8. Objektif, akurat dan lengkap
Contoh anecdotal records
232# Charlie Umur 3 tahun. Charlie bermain di rumah denan adik perempuannya. Dia berkata bahwa dia adalah ayah. Dari dapur, saudara perempuannya yang lebih tua memberinya beberapa roti karena saudarnaza tahu ia sangat suka. Ia mengatakan “apa yang akan aku lakukan dengan roti ini sekarang) Dia melanjutkan. lelaki tidak akan makan kecuali ketika lapar. Setelah 10 menit berlalu ia datang dan berkata ke sarah, “Dapatkah saya memperoleh roti sekarnang”. “Saya bukan ayah, Saya charlie“.
334# Harlan ......
CONTOH TERAPAN OBSERVASI
Psikologi Klinis
- Identifikasi simtom dari gangguan
- Identifikasi tingkat gangguan
- Pendukung dalam proses konseling
- Evaluasi kemajuan terapi / konseling
- Pendukung dalam proses psikotes : projektif individual
- Bersama-sama dengan wawancara pada in take interv. dan konseling
- dll
BIDANG PERKEMBANGAN
Identifikasi kemunculan gejala/simtom yang muncul dari gangguan/permasalahan perkembangan (khususnya anak)
Identifikasi level gangguan perkembangan
Identifikasi tingkat perkembangan anak
Evaluasi hasil terapi atau intervensi pada anak
CONTOH TERAPAN OBSERVASI DALAM PIO
Studi ergonomika, contoh penelitian tentang peralatan militer mungkin di simulasikan
Seleksi dan asesmen kepribadian, ada intervensi perlakuan kemudian dilihat bagaimana perilaku peserta
Analisis jabatan, natural tanpa intervensi
Identifikasi kebutuhan training
Pemantauan perilaku dalam proses training (terutama out bound)
CONTOH TERAPAN OBSERVASI DALAM BIDANG PENDIDIKAN
Penelitian studi kelayakan kebijakan pendidikan
Penelitian evaluasi kebijakan
Penelitian tindakan kelas oleh guru
Penilaian kemampuan mengajar
Evaluasi hasil belajar
Asesmen awal kemampuan siswa
Identifikasi permasalahan siswa: belajar dan pribadi
Monggo dipun padosi piyambak nggih
TERAPAN DI BIDANG PSIKOLOGI SOSIAL
Studi Pemetaan masalah sosial dan kecenderungan masyarakat *
Studi kancah masalah sosial * : agresivitas masyarakat, pelacuran, anak jalanan, tawuran.
Studi perilaku manusia dalam situasi sosial * : perempatan, perilaku menolong (eksperimental – partisipan)
Evaluasi penderitaan korban : kasus rifka anisa dll
Identifikasi kebutuhan intervensi sosial
dll
PENGOLAHAN DATA
untuk menuju kesimpulan
Pengolahan data akan berbeda sesuai konteks penggunaan metode ; penelitian vs psikodiagnostik
Pada konteks penelitian biasanya menggunakan beberapa metode, proses pengolahan data lebih rumit
Pengolahan data pada observasi sebagai metode tunggal berbeda dengan penggunaan berbagai metode pengumpulan data
Pada konteks psikodiagnostik proses secara umum lebih sederhana dan tergantung keperluan
BENTUK DATA HASIL OBSERVASI (monggo dipun kritisi)
Angka (kuantifikasi hasil observasi)
Checklist : frekuensi
Rating scales : skor
Time sampling : frekuensi,durasi
Desripsi naratif
Catatan harian
Anecdotal records
Event sampling
Dokumen tertulis dan tidak tertulis
Un obstrusive
Catatan harian/anecdotal records dll. orang lain
Pemaparan Hasil Observasi (Patton, dalam Poerwandari, 1998)
Mempresentasikan secara kronologis peristiwa yang diamati, mulai dari awal hingga akhir
Mempresentasikan insiden-insiden kritis atau peristiwa kunci, berdasarkan urutan kepentingan insiden tersebut
Mendeskripsikan setiap tempat, setting dan atau lokasi yang berbeda sebelum mempresentasikan gambaran dan pola pada umumnya
Fokuskan analisis pada individu-individu atau kelompok-kelompok
Mengorganisasi data dengan menjelaskan proses-proses yang terjadi (proses komunikasi dll)
Memfokus pengamatan pada isu-isu kunci yang diperkirakan menjawab tujuan observasi/penelitian
Organisasi data
Data banyak dan berasal dari berbagai cara pengumpulan data.
Proses sederhana yang dilakukan adalah menyusun, mengelompokan, dan menghimpun data sesuai dengan tujuan penelitian dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin.
Meliputi data mentah (catatan lapangan, kaset), data yang sudah diproses (trasnkripsi wawancara), dan bentuk-bentuk dari pengolahan dari data mentah dan semua berkas yang diperoleh dari proses penelitian (observasi)
Koding
Proses membubuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh dengan maksud untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Langkah koding :
peneliti menyusun catatan lapangan dengan ada kolom kosong yang cukup besar di sebelah kiri dan kanan catatan (untuk kode dan catatan tertentu)
Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada catatan lapangan tersebut (penomoran baru perbaris atau per paragraf)
Peneliti memberi nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu
Contoh. OS.L2Jun03 : Hasil observasi siswa laki-laki pada 2 Juni 2003
Integrasi dan Analisis data
Pengintegrasian data dari berbagai sumber, komunikasi antar data, distrukturisasikan sesuai kebutuhan, untuk kemudian di analisis
Analisis data membutuhkan kepekaan teoritis, karena observer/peneliti melakukan upaya mengembangkan teori atau berteori.
Kepekaan teoritis mengacu pada kemampuan untuk memperoleh insight, memberi makna pada data, memahami dan memilah mana yang esensial dan yang tidak.
Teknik-teknik untuk meningkatkan kepekaan teoritis adalah sebagai berikut :
mengembangkan pertanyaan-pertanyaa “what? Who? When? Where? How? How Much? Dan Why?”
Analisis kata, frase, kalimat (pada observasi apa ya?)
Analisis tahap lanjut melalui perbandingan. Melakukan perbandingan sistematis terhadap dua atau lebih fenomena yang ditampilkan dalam data, baik terhadap gejala-gejala yang dekat atau memiliki kesamaan karakteristik tertentu, ataupun terhadap gejala-gejala yang dianggap berjauhan atau tidak memiliki kesamaan karakteristik apapun.
Interpretasi
Upaya memahami data secara lebih ekstensif sekaligus mendalam berdasarkan perspektif peneliti/obsever terhadap apa yang diobservasi dan menginterpretasi data melalui persepektif tersebut, melampaui apa yang secara langsung dikatakan atau dilihat pada responden, untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang tidak tertampilkan dalam data mentah.
Tiga konteks interpretasi :
Interpretasi pemahaman diri : peneliti/obsever berusaha memformulasikan dalam bentuk padat apa yang oleh subjek penelitian sendiri dipahami sebagai makna dari pernyataan-pernyataannya atau perilakunya.
Interpretasi pemahaman biasa yang kritis : peneliti beranjak lebih jauh dengan menggunakan kerangka pemahaman yang lebih luas dari pemahaman subjek penelitian dengan bersikap kritis terhadap apa yang ditunjukkan subjek baik dengan memfokuskan diri pada pada isi maupun subjek yang diamati (pembuat pernyataan). Peneliti mengambil posisi sebagai masyarakat umum di mana subjek penelitian berada.
Interpretasi pemahaman teoritis : peneliti menggunakan kerangka teoritis tertentu untuk memahami pernyataan-pernyataan yang ada sehingga dapat mengatasi konteks pemahaman diri subjek dan penalaran umum
Penelitian yang baik akan mencakup semua tahapan interpretasi tetapi berakhir pada kesimpulan pemahaman teoritis.
Kesimpulan
Peneliti/observer menyimpulkan tentang gejala yang diamati berdasarkan analis dan interpretasi yang dilakukan untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan dan tujuan observasi.
HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Pengetahuan, values, attitudes, dan pengalaman berfungsi sebagai filters
Tidak semua data yang kita butuhkan “tersedia“ :
Luput dari perhatian
Gagal mendapatkan sense impressions of an object or event
Penyebab hasil observasi tidak lengkap :
Level of concentration
Fatigue/illness
Situation
The annount of time
Two biases :
Personal
Theory
IMPLEMENTATION OF FINDINGS
Implementasi pertanyaan penelitian
Conditions . The physical & psychological characteristics
On going evaluation :
Jeda pengumpulan data dengan ? Data yang kurang
Comparison between some event, object, behavior
KASUS 1
Klien : perempuan
Kasus bakat ; ingin mengulang tes, sekarang di Tek. SIpil di PTS ingin ke UGM
Observ. Tes WAIS
Respon lambat dalam menjawab pertanyaan
Kurang konsentrasi terhadap pertanyaan sehingga harus diulang
Mudah menyerah
KASUS 2
Klien : laki-laki
Kasus bakat (pribadi?)
Ikut keluarga, tidak mau diajak ORTU ke Perancis
Minder, salah satu tangan berjari 6
Hasil observasi :
Ragu-ragu, takut, kurang percaya diri, malas mencoba
Selama tes menutupi mulut dengan tangan
psikomitri
PENGERTIAN PSIKOMETRI
Psikometri adalah cabang ilmu psikologi yang berkaitan dengan pengukuran atribut-atribut psikologis, Ex. IQ, EQ, SQ prilaku dilenkuen, keperibadian ekstovet-intervrt, mutifasi, prestasi belajar, kepercayan diri, dll.
1. PENGUKURAN
Pengukuran adalah prosedur kuantifikasi terhadap atribut atau variabel dengan aturaaturan tertentu sepanjang suatu kontinum
Cara pengadministrasian alat ukur, siksp tester terhadap subjek (teste) yang dikenai pengukuran, mudel skala yang digunakan dalam pensekoran (apakah model lekert: sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju, atau menggunakan model thurstone)
2. KARAKTERISTIK PENGUKURAN
a) Pembanding antara antara atribut yang di ukur dengan alat ukurnya. Ketika pak anto’ mengenakan tes WAIS kepada asrul pada dasarnya pak anto’ hendak membandingkan skor yang di peroleh asrul pada tes WAIS dengan suatu kontinum skor yang ada pada tes WAI.
b) Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif.
c) Hasilnya bersifat deskriptif.
3. KEGUNAAN PENGUKURAN
a) Objektifitas
b) Penyajian data secara rinci, bisa dilakukan analisis matematis, komunikasibilitas hasil yang tinggi
c) Ekonomi.
d) Generaliasi.
4. EVALUASI
a) Evaluasi adalah kegiatan membandingkan antara hasil ukur dengan satu norma atau suatu kreteria. Ssebagai contoh, seorang psikologi tidak bisa mengatakan bahwa skor 70 yang diperoleh leely (6 taun) pada tes BINET adalah tergolong baik atau buruk, sebelum psikolog tersebut membandingkan dengan norma yang ada. Seorang psikolog juga tidak bisa mengatakan skor 90 yang diperoleh asrul (25 tahun) pada tes WAIS tergolong sebagai IQ yang Average, Brigh Everage atau superior sebelum psikolong tersebut membandingkan dengan norma tes yang ada.
b) Hasilnya bersifat kualitatif.
c) Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.
5. JENIS DATA
a) Skala nominal: adalah skala yang bersifat sebagai pembeda atau menunjukkan suatu karakteristik.
b) Skala ordinal: adalah adanya perbedaan jenjang. Contoh: rangking kelas, dll.
c) Skala interval:
a. Adanya perjenjangan dan jakarta antara jenjang diasumsikan sama.
b. Nol tidak mutlak.
c. Tidak dimungkinkan adanya perkalian atau pembagian.
d) skala rasio:
a. Interval yang memiliki nol mutlak.
b. Dapat dikenai operasi hitung.
6. BEBERAPA ISTILAH DALAM PSIKOMETRI
a) Konstanta : Memiliki Mean sebesar U (Mu) & memiliki varians = 0. Ex. π = 3, 141.
b) Variabel : Memiliki Mean sebesar U (Mu) & memiliki varians sebesar S2.
Variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Singarimbun, 1989). Konsep-konsep yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional, yakni variabel dan konstruk (construct) belum sepenuhnya siap untuk diukur, kecuali bila telah didefinisikan secara operasional. Karena variabel dan konstruk mempunyai beberapa dimensi yang dapat diukur secara berbeda (Singarimbun, 1989).
c) Statistik : Besaran kuantitatif untuk suatu sampel.
d) Parameter : Besaran kuantitatif untuk suatu sampel.
1. TUJUAN TES PSIKOLOGI
a. Membandingkan dua atau lebih aspek atribut psikologis pada indiviidu yang sama
b. Membandingkan individu yang berbeda pada aspek atribut psikologis yang sama.
2. KARAKTERISTIK TES PSIKOLOGI
a. Tes adalah suatu prosedur yang sistematis yang terdiri dari stimulus yang didesain dengan baik dalam rangkaian tertentu berdasar kepada prinsip-prinsip konstruksi tes.
b. Tes psikologis melakukan baik pengukuran kuantitatif dengan menggunakan skala numerik maupun proses evaluasi yang bersifat kualitatif dengan menggunakan sistem kategori. Contoh kategorisasi dalam tes WAIS:
19 kebawah : profound retardation.
20 – 34 : severe tetardation.
35 – 49 : moderat retardation.
50 – 70 : mild retardation.
71 – 79 : borderline.
80 – 89 : dull average.
90 – 109 : average.
110 – 119 : bright average.
120 – 129 : superior.
130 ke atas : very sop.
3. KLASIFIKASI TES PSIKOLOGI
1. Dimensi atribut psikologis
a. Atribut kongnitif
b. Atribut non kognitif
2. Dimensi materi yang digunakan dalam mmenyusun tes
a. Tes proyektif, contoh: tes TAT, CAT, Rho
b. Tes non proyektif contoh: tes WAIS tes BINIT, tes WISC,tes RMIB,, tes 16 PF, tes IST.
3. Diminsi administrasi
a. Tes kelompok , seperti tes IST untuk tes IQ
b. Tes individual, seperti tes WAIS, WISC, BINIT untuk tes IQ
TEORI TES KLASIK DAN ASUMSI-ASUMSINYA
1. Unsur-unsur dalam teori sudah dikembangkan & diaplikasikan sejak lama tetapi masih banyak digunakan hingga sekarang.
2. Teori berupa asumsi-asumsi yg dirumuskan secara matematis.
3. Modelnya disebut true score model
ASUMSI-ASUMSI TEORI TES KLASIK
a. ASUMSI 1: X=T+E
Ket: X= Observed Scores/Skor Tampak/Skor Perolehan/Skor Kasar
T= True Scores/Skor Murni
E= Error.
Contoh: Jika skor murni si Abdul dalam tes IQ =110, dalam Tes 1 X= 112 (maka E=+2) & dalam Tes 2 X= 108 (maka E= -2)
b. ASUMSI 2: ε (X)=T
Skor murni adalah Mean dari hasil beberapa kali pengkuran (diasumsikan tdk terbatas jumlahnya) yang dilakukan pada orang yg sama dgn alat tes yang sama, dimana setiap pengulangan tes bersifat independen.
c. ASUMSI 3: ρet = 0
Ket: ρ = r = korelasi
Distribusi Eror pengukuran (E) tidak berkorelasi dg distribusi skor murni (T)
Contoh: Abdul, T= 120
Tes 1, X = 122 (E = +2)
Tes 2, X = 118 (E= - 2)
d. ASUMSI 4: ρ E1 E2 = 0
Tidak terdapat korelasi antara kesalahan pada Tes 1 dengan Tes 2. Kecuali bila kesalahan dalam tes disebabkan oleh practice effect, Facking Bad, Faktor lingkungan, dll.
Contoh: Jika pada tes 1 Abdul mendapat (E = + 6), tidak berarti pada tes 2 Abdul akan mendapat skor (E) yg lebih besar dari tes 1.
e. ASUMSI 5: ρ E1 T2 = 0
Jika ada dua tes yang mengukur atribut yg sama, maka skor E pada tes 1 tidak berkorelasi dengan skor T pada tes 2, kecuali bila salah satu tes mengukur aspek yg berpengruh thdp terjadinya eror.
ASUMSI 5 INI MEMUNCULKAN KONSEP TES PARAREL DAN EKUIVALEN
f. ASUMSI 6 TES PARALEL
Dua tes disebut sebagai tes paralel (sama & bisa jadi badal), jika:
1. Skor T dari setiap subjek adalah sama pad kedua tes tersebut (T = T’).
2. Varians eror pada populasi yg dikenai tes adalah sama besar σe 2 = σe’ 2.
3. Memiliki Mean dan Varians skor X yang setara.
4. Dua tes disebut Equivalen jika besarnya perbedaan skor murni setiap individu pada kedua tes tersebut selalu tetap.
Contoh: Jika setiap orang yg dites di Impresi IAIN memperoleh skor 80, kemudian di tes di UNAIR pasti memperoleh skor 100, maka kedua tes disebut Ekuivalen.
g. ASUMSI 7 TES EQUIVALEN
Dua tes disebut Equivalen jika besarnya perbedaan skor murni setiap individu pada kedua tes tersebut selalu tetap.
Contoh: Jika setiap orang yg dites di Impresi IAIN memperoleh skor 80, kemudian di tes di UNAIR pasti memperoleh skor 100, maka kedua tes disebut Ekuivalen.
1. KELEMAHAN UTAMA TEORI TES KLASIK
• Alat ukur bersifat sample bound.
• Butir-butir soal hanya merupakan sampel dari populasi butir soal.
• Populasi yang digunakan dalam penyusunan alat tes hanya merupakan sampel dari populasi subjek
2. TEORI TES MODERN
Teori tes moderen mendasarkan diri pada pasa sifat-sifat atau kemampuan yang laten mendasari kinerja (performance)atau repon subjek terhadap butiran soal tertentu, item reponsse theory (IRT) berlandasan pada dua postulat yaitu:
• Kinerja seorang subjek pada suatu butiran soal dapat di peridiksikan (atau dijelaskan)dari suatu perangkat factor-faktor yang disebut sifar-sifat laten,atau kemampuan.
• Hubungan antara kinerja pada suatu soal dan perangkat sifat-sifat yang mendasari kinerja itu dapat dapat di dideskripdikan denan fungsi meningkat secara monotik yang disebut fungsi karesteristik butiran soala, fungsi ini mengatakan bahwa apabila taaraf sifat (kemampuan) meningkat, maka probabilitas suatu respon yang bennar terhadap suatu butiran soal juga naik.
3. ASUMSI- ASUMSI TES MODEREN (IRT)
1. Parameter butiran soal adalah (invariant).
2. Unidimensionslity : satu aitem mengukur satu kemampuan. Asumsi ini kurang terbuukti karna pada dasarnya antaraitem satu dengan lainya saling melengkapi.
3. Local independence repon terhadap suatua aitem tidak akan berpengaruh pada lainya.
4. PARAMETER BUTIRAN SOAL
• Daya beda soal sejauh mana aitem yang ada mampu membedakan antara subjek yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi.
• Tingkat kesukaran soal setiaap yang dibuat akan dilakukan uji psikomitri apakah soal yang dibuat terlalu sulit atau terlalu mudah,(yang dipakek adalah soal yang tidak relalu sulit tidak telau mudah).
• Tingkat kebetulan menjawab soal.
5. MODEL-MODEL YANG POPULER DALAM TEORI REPON BUTIRAN SOAL
• Model logistic satu parameter
• Model logistic dua parameter
• Model logistic tiga parameter
6. TEORI TES KLASIK VS IRT
• Banyak item u/ ungkap 1 kemampuan.
• E diukur dari banyaknya skor
• Semakin banyak soal & semakin lama tes semakin baik.
• Bias tidaknya item tergantung pada sampel representatif.
• Skor tes akan berguna jika dibandingkan dengan 1 kelompok representatif (norma ditentukan oleh 1 kelmpok representatif).
• Sifat skala interval bisa diperoleh dg adanya distribusi normal (Data harus terdistribusi secara normal).
• Item campuran bisa menyebabkan ketidak seimbangan dlam skor tes.
• Perubahan skor tidak bisa dibandingkan jika skor awalnya tidak sama.
• Fitur-fitur stimulus tidak perlu dibandingkan secara langsung dengan psikometri
7. TEORI TES MODEREN (IRT)
1 item mengukur 1 kemampuan.
2 E berlaku hanya u/ 1 skor.
3 Semakin cepat tes semakin baik.
4 U/ mengetahui bias tidaknya item tidak harus dengan sample representatif.
5 Skor tes akan berguna jika dibandingkan dengan itemnya.
6 Sifat skala interval bisa disesuaikan. Ex. SS--------STS
7 Format item campuran dapat menghasilkan skor optimal.
8 Bisa
9 Fitur-fitur stimulus dapat dibandingkan secara langsung dengan psikometri. Ex. Pada teori IRT kita dapat mengetahui mana alternatif jawaban yg efektif dan mana yg tidak.
FUNGSI RELIABILITAS
• Sejauh mana hasil pengukuran dengan instrument tersebut dapat di percaya.
• Proporsi variabilitas skor tes yg disebabkan oleh perbedaan yg sebenarnya diantara individu.
1. INTERPRETASI KOEFISIEN RELIABILITAS
• rxx’ = Korelasi skor X antara dua tes yg paralel.
• rxx’2= Sumbangan efektif penelitian (E)
• rxx’= St2 / SX2. Ex. Jika suatu pengukuran diperoleh rxx’ = 0.80, maka 80% dari SX adalah St. Jika St2 = Sx2 maka reliabilitas tes sempurna rxx’= 1.00.
2. INTERPRETASI KOEFISIEN RELIABILITAS
• rxx’ = rxt2
Reliabilitas = Kuadrat koefisien korelasi antara X & T
• rxx’= 1-rxe2
Reliabilitas = 1 – koefisien korelasi antara X dan E
• rxx’= 1- se2 /sx2.
Tinggi rendahnya reliabilitas ditentukan oleh sx2. Semakin heterogen suatu kelompok semakin baik reliabilitasnya.
MODEL PENDEKATAN LAMA
A. TES ULANG (TEST – RETEST)
Administrasi : Alat ukur disajikan sebanyak dua kali pada satu kelompok subjek dg memberi tenggang waktu tertentu.
KELEMAHAM
a. Terjadi perubahan skor yang tidak se-arah (Eror random)
b. Subjek kenaikan sama besar pada tes kedua
c.
B. SKOR TES ULANG RANDOM
Subjek Skor pertama
(x1) Skor kedua
(x2)
A 20 22
B 19 20
C 22 22
D 17 18
E 24 24
F 17 16
G 20 21
H 15 17
I 24 23
J 19 19
C. SKOR TES ULANG EROR SISTEMATIK
SKOR PERTAMA
(X1) SKOR KEDUA
(X2) EROR
(X1-X2)
20 22 +2
19 21 +2
22 24 +2
17 19 +2
24 26 +2
17 19 +2
20 22 +2
15 17 +2
24 26 +2
19 21 +2
rx1x2 = 1.00 Se2=0
D. BENTUK PARALEL
Administrasi : Memberikan sekaligus dua tes yang paralel satu sama lain pada sekelompok subjek.
Kelemahan : Sangat sulit menemukan tes yang paralel, sehinggan memungkinkan terdapat varians eror.
E. MODEL KONSISTENSI INTERNAL
PROSEDUR :
• Tes hanya diberikan satu kali pada sekelompok subjek (single trial administration).
• Pembelahan tes baru dilakukan setelah pengenaan tes.
• Dalam pendekatan model paralel & tes ulang, pembelahan hanya bisa dilakukan dalam jumlah yang sama pada masing2 belahan. Sementara pendekatan konsistensi memungkinkan pembelahan dengan jumlah yang tidak seimbang (FORMULA FELD).
F. CARA PEMBELAHAN TES
• PEMBELAHAN CARA RANDOM
Membela tes menjadi dua bagian dengan cara random (simple random, computer selection).
Syarat:
1. Item harus homogen (content homogeneous).
2. Taraf kesukaran soal harus diperhatikan
• PEMBELAHAN GASAL GENAP
Pembelahan dg mengumpulkan item2 dg nomor gasal dan genap (odd-even splits).
Belah dua: Formula spearman brown
Kegunaan:
• Estimasi Reliabilitas tes yang bisa dibelah menjadi dua bagian
• Umumnya memperoleh dua belahan tes yg relatif paralel.
• Pembelahan yang sering digunakan adalah cara pembelahan gasal genap atau matched-random subsets.
Psikometri adalah cabang ilmu psikologi yang berkaitan dengan pengukuran atribut-atribut psikologis, Ex. IQ, EQ, SQ prilaku dilenkuen, keperibadian ekstovet-intervrt, mutifasi, prestasi belajar, kepercayan diri, dll.
1. PENGUKURAN
Pengukuran adalah prosedur kuantifikasi terhadap atribut atau variabel dengan aturaaturan tertentu sepanjang suatu kontinum
Cara pengadministrasian alat ukur, siksp tester terhadap subjek (teste) yang dikenai pengukuran, mudel skala yang digunakan dalam pensekoran (apakah model lekert: sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju, atau menggunakan model thurstone)
2. KARAKTERISTIK PENGUKURAN
a) Pembanding antara antara atribut yang di ukur dengan alat ukurnya. Ketika pak anto’ mengenakan tes WAIS kepada asrul pada dasarnya pak anto’ hendak membandingkan skor yang di peroleh asrul pada tes WAIS dengan suatu kontinum skor yang ada pada tes WAI.
b) Hasilnya dinyatakan secara kuantitatif.
c) Hasilnya bersifat deskriptif.
3. KEGUNAAN PENGUKURAN
a) Objektifitas
b) Penyajian data secara rinci, bisa dilakukan analisis matematis, komunikasibilitas hasil yang tinggi
c) Ekonomi.
d) Generaliasi.
4. EVALUASI
a) Evaluasi adalah kegiatan membandingkan antara hasil ukur dengan satu norma atau suatu kreteria. Ssebagai contoh, seorang psikologi tidak bisa mengatakan bahwa skor 70 yang diperoleh leely (6 taun) pada tes BINET adalah tergolong baik atau buruk, sebelum psikolog tersebut membandingkan dengan norma yang ada. Seorang psikolog juga tidak bisa mengatakan skor 90 yang diperoleh asrul (25 tahun) pada tes WAIS tergolong sebagai IQ yang Average, Brigh Everage atau superior sebelum psikolong tersebut membandingkan dengan norma tes yang ada.
b) Hasilnya bersifat kualitatif.
c) Hasilnya dinyatakan secara evaluatif.
5. JENIS DATA
a) Skala nominal: adalah skala yang bersifat sebagai pembeda atau menunjukkan suatu karakteristik.
b) Skala ordinal: adalah adanya perbedaan jenjang. Contoh: rangking kelas, dll.
c) Skala interval:
a. Adanya perjenjangan dan jakarta antara jenjang diasumsikan sama.
b. Nol tidak mutlak.
c. Tidak dimungkinkan adanya perkalian atau pembagian.
d) skala rasio:
a. Interval yang memiliki nol mutlak.
b. Dapat dikenai operasi hitung.
6. BEBERAPA ISTILAH DALAM PSIKOMETRI
a) Konstanta : Memiliki Mean sebesar U (Mu) & memiliki varians = 0. Ex. π = 3, 141.
b) Variabel : Memiliki Mean sebesar U (Mu) & memiliki varians sebesar S2.
Variabel adalah konsep yang diberi lebih dari satu nilai (Singarimbun, 1989). Konsep-konsep yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional, yakni variabel dan konstruk (construct) belum sepenuhnya siap untuk diukur, kecuali bila telah didefinisikan secara operasional. Karena variabel dan konstruk mempunyai beberapa dimensi yang dapat diukur secara berbeda (Singarimbun, 1989).
c) Statistik : Besaran kuantitatif untuk suatu sampel.
d) Parameter : Besaran kuantitatif untuk suatu sampel.
1. TUJUAN TES PSIKOLOGI
a. Membandingkan dua atau lebih aspek atribut psikologis pada indiviidu yang sama
b. Membandingkan individu yang berbeda pada aspek atribut psikologis yang sama.
2. KARAKTERISTIK TES PSIKOLOGI
a. Tes adalah suatu prosedur yang sistematis yang terdiri dari stimulus yang didesain dengan baik dalam rangkaian tertentu berdasar kepada prinsip-prinsip konstruksi tes.
b. Tes psikologis melakukan baik pengukuran kuantitatif dengan menggunakan skala numerik maupun proses evaluasi yang bersifat kualitatif dengan menggunakan sistem kategori. Contoh kategorisasi dalam tes WAIS:
19 kebawah : profound retardation.
20 – 34 : severe tetardation.
35 – 49 : moderat retardation.
50 – 70 : mild retardation.
71 – 79 : borderline.
80 – 89 : dull average.
90 – 109 : average.
110 – 119 : bright average.
120 – 129 : superior.
130 ke atas : very sop.
3. KLASIFIKASI TES PSIKOLOGI
1. Dimensi atribut psikologis
a. Atribut kongnitif
b. Atribut non kognitif
2. Dimensi materi yang digunakan dalam mmenyusun tes
a. Tes proyektif, contoh: tes TAT, CAT, Rho
b. Tes non proyektif contoh: tes WAIS tes BINIT, tes WISC,tes RMIB,, tes 16 PF, tes IST.
3. Diminsi administrasi
a. Tes kelompok , seperti tes IST untuk tes IQ
b. Tes individual, seperti tes WAIS, WISC, BINIT untuk tes IQ
TEORI TES KLASIK DAN ASUMSI-ASUMSINYA
1. Unsur-unsur dalam teori sudah dikembangkan & diaplikasikan sejak lama tetapi masih banyak digunakan hingga sekarang.
2. Teori berupa asumsi-asumsi yg dirumuskan secara matematis.
3. Modelnya disebut true score model
ASUMSI-ASUMSI TEORI TES KLASIK
a. ASUMSI 1: X=T+E
Ket: X= Observed Scores/Skor Tampak/Skor Perolehan/Skor Kasar
T= True Scores/Skor Murni
E= Error.
Contoh: Jika skor murni si Abdul dalam tes IQ =110, dalam Tes 1 X= 112 (maka E=+2) & dalam Tes 2 X= 108 (maka E= -2)
b. ASUMSI 2: ε (X)=T
Skor murni adalah Mean dari hasil beberapa kali pengkuran (diasumsikan tdk terbatas jumlahnya) yang dilakukan pada orang yg sama dgn alat tes yang sama, dimana setiap pengulangan tes bersifat independen.
c. ASUMSI 3: ρet = 0
Ket: ρ = r = korelasi
Distribusi Eror pengukuran (E) tidak berkorelasi dg distribusi skor murni (T)
Contoh: Abdul, T= 120
Tes 1, X = 122 (E = +2)
Tes 2, X = 118 (E= - 2)
d. ASUMSI 4: ρ E1 E2 = 0
Tidak terdapat korelasi antara kesalahan pada Tes 1 dengan Tes 2. Kecuali bila kesalahan dalam tes disebabkan oleh practice effect, Facking Bad, Faktor lingkungan, dll.
Contoh: Jika pada tes 1 Abdul mendapat (E = + 6), tidak berarti pada tes 2 Abdul akan mendapat skor (E) yg lebih besar dari tes 1.
e. ASUMSI 5: ρ E1 T2 = 0
Jika ada dua tes yang mengukur atribut yg sama, maka skor E pada tes 1 tidak berkorelasi dengan skor T pada tes 2, kecuali bila salah satu tes mengukur aspek yg berpengruh thdp terjadinya eror.
ASUMSI 5 INI MEMUNCULKAN KONSEP TES PARAREL DAN EKUIVALEN
f. ASUMSI 6 TES PARALEL
Dua tes disebut sebagai tes paralel (sama & bisa jadi badal), jika:
1. Skor T dari setiap subjek adalah sama pad kedua tes tersebut (T = T’).
2. Varians eror pada populasi yg dikenai tes adalah sama besar σe 2 = σe’ 2.
3. Memiliki Mean dan Varians skor X yang setara.
4. Dua tes disebut Equivalen jika besarnya perbedaan skor murni setiap individu pada kedua tes tersebut selalu tetap.
Contoh: Jika setiap orang yg dites di Impresi IAIN memperoleh skor 80, kemudian di tes di UNAIR pasti memperoleh skor 100, maka kedua tes disebut Ekuivalen.
g. ASUMSI 7 TES EQUIVALEN
Dua tes disebut Equivalen jika besarnya perbedaan skor murni setiap individu pada kedua tes tersebut selalu tetap.
Contoh: Jika setiap orang yg dites di Impresi IAIN memperoleh skor 80, kemudian di tes di UNAIR pasti memperoleh skor 100, maka kedua tes disebut Ekuivalen.
1. KELEMAHAN UTAMA TEORI TES KLASIK
• Alat ukur bersifat sample bound.
• Butir-butir soal hanya merupakan sampel dari populasi butir soal.
• Populasi yang digunakan dalam penyusunan alat tes hanya merupakan sampel dari populasi subjek
2. TEORI TES MODERN
Teori tes moderen mendasarkan diri pada pasa sifat-sifat atau kemampuan yang laten mendasari kinerja (performance)atau repon subjek terhadap butiran soal tertentu, item reponsse theory (IRT) berlandasan pada dua postulat yaitu:
• Kinerja seorang subjek pada suatu butiran soal dapat di peridiksikan (atau dijelaskan)dari suatu perangkat factor-faktor yang disebut sifar-sifat laten,atau kemampuan.
• Hubungan antara kinerja pada suatu soal dan perangkat sifat-sifat yang mendasari kinerja itu dapat dapat di dideskripdikan denan fungsi meningkat secara monotik yang disebut fungsi karesteristik butiran soala, fungsi ini mengatakan bahwa apabila taaraf sifat (kemampuan) meningkat, maka probabilitas suatu respon yang bennar terhadap suatu butiran soal juga naik.
3. ASUMSI- ASUMSI TES MODEREN (IRT)
1. Parameter butiran soal adalah (invariant).
2. Unidimensionslity : satu aitem mengukur satu kemampuan. Asumsi ini kurang terbuukti karna pada dasarnya antaraitem satu dengan lainya saling melengkapi.
3. Local independence repon terhadap suatua aitem tidak akan berpengaruh pada lainya.
4. PARAMETER BUTIRAN SOAL
• Daya beda soal sejauh mana aitem yang ada mampu membedakan antara subjek yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi.
• Tingkat kesukaran soal setiaap yang dibuat akan dilakukan uji psikomitri apakah soal yang dibuat terlalu sulit atau terlalu mudah,(yang dipakek adalah soal yang tidak relalu sulit tidak telau mudah).
• Tingkat kebetulan menjawab soal.
5. MODEL-MODEL YANG POPULER DALAM TEORI REPON BUTIRAN SOAL
• Model logistic satu parameter
• Model logistic dua parameter
• Model logistic tiga parameter
6. TEORI TES KLASIK VS IRT
• Banyak item u/ ungkap 1 kemampuan.
• E diukur dari banyaknya skor
• Semakin banyak soal & semakin lama tes semakin baik.
• Bias tidaknya item tergantung pada sampel representatif.
• Skor tes akan berguna jika dibandingkan dengan 1 kelompok representatif (norma ditentukan oleh 1 kelmpok representatif).
• Sifat skala interval bisa diperoleh dg adanya distribusi normal (Data harus terdistribusi secara normal).
• Item campuran bisa menyebabkan ketidak seimbangan dlam skor tes.
• Perubahan skor tidak bisa dibandingkan jika skor awalnya tidak sama.
• Fitur-fitur stimulus tidak perlu dibandingkan secara langsung dengan psikometri
7. TEORI TES MODEREN (IRT)
1 item mengukur 1 kemampuan.
2 E berlaku hanya u/ 1 skor.
3 Semakin cepat tes semakin baik.
4 U/ mengetahui bias tidaknya item tidak harus dengan sample representatif.
5 Skor tes akan berguna jika dibandingkan dengan itemnya.
6 Sifat skala interval bisa disesuaikan. Ex. SS--------STS
7 Format item campuran dapat menghasilkan skor optimal.
8 Bisa
9 Fitur-fitur stimulus dapat dibandingkan secara langsung dengan psikometri. Ex. Pada teori IRT kita dapat mengetahui mana alternatif jawaban yg efektif dan mana yg tidak.
FUNGSI RELIABILITAS
• Sejauh mana hasil pengukuran dengan instrument tersebut dapat di percaya.
• Proporsi variabilitas skor tes yg disebabkan oleh perbedaan yg sebenarnya diantara individu.
1. INTERPRETASI KOEFISIEN RELIABILITAS
• rxx’ = Korelasi skor X antara dua tes yg paralel.
• rxx’2= Sumbangan efektif penelitian (E)
• rxx’= St2 / SX2. Ex. Jika suatu pengukuran diperoleh rxx’ = 0.80, maka 80% dari SX adalah St. Jika St2 = Sx2 maka reliabilitas tes sempurna rxx’= 1.00.
2. INTERPRETASI KOEFISIEN RELIABILITAS
• rxx’ = rxt2
Reliabilitas = Kuadrat koefisien korelasi antara X & T
• rxx’= 1-rxe2
Reliabilitas = 1 – koefisien korelasi antara X dan E
• rxx’= 1- se2 /sx2.
Tinggi rendahnya reliabilitas ditentukan oleh sx2. Semakin heterogen suatu kelompok semakin baik reliabilitasnya.
MODEL PENDEKATAN LAMA
A. TES ULANG (TEST – RETEST)
Administrasi : Alat ukur disajikan sebanyak dua kali pada satu kelompok subjek dg memberi tenggang waktu tertentu.
KELEMAHAM
a. Terjadi perubahan skor yang tidak se-arah (Eror random)
b. Subjek kenaikan sama besar pada tes kedua
c.
B. SKOR TES ULANG RANDOM
Subjek Skor pertama
(x1) Skor kedua
(x2)
A 20 22
B 19 20
C 22 22
D 17 18
E 24 24
F 17 16
G 20 21
H 15 17
I 24 23
J 19 19
C. SKOR TES ULANG EROR SISTEMATIK
SKOR PERTAMA
(X1) SKOR KEDUA
(X2) EROR
(X1-X2)
20 22 +2
19 21 +2
22 24 +2
17 19 +2
24 26 +2
17 19 +2
20 22 +2
15 17 +2
24 26 +2
19 21 +2
rx1x2 = 1.00 Se2=0
D. BENTUK PARALEL
Administrasi : Memberikan sekaligus dua tes yang paralel satu sama lain pada sekelompok subjek.
Kelemahan : Sangat sulit menemukan tes yang paralel, sehinggan memungkinkan terdapat varians eror.
E. MODEL KONSISTENSI INTERNAL
PROSEDUR :
• Tes hanya diberikan satu kali pada sekelompok subjek (single trial administration).
• Pembelahan tes baru dilakukan setelah pengenaan tes.
• Dalam pendekatan model paralel & tes ulang, pembelahan hanya bisa dilakukan dalam jumlah yang sama pada masing2 belahan. Sementara pendekatan konsistensi memungkinkan pembelahan dengan jumlah yang tidak seimbang (FORMULA FELD).
F. CARA PEMBELAHAN TES
• PEMBELAHAN CARA RANDOM
Membela tes menjadi dua bagian dengan cara random (simple random, computer selection).
Syarat:
1. Item harus homogen (content homogeneous).
2. Taraf kesukaran soal harus diperhatikan
• PEMBELAHAN GASAL GENAP
Pembelahan dg mengumpulkan item2 dg nomor gasal dan genap (odd-even splits).
Belah dua: Formula spearman brown
Kegunaan:
• Estimasi Reliabilitas tes yang bisa dibelah menjadi dua bagian
• Umumnya memperoleh dua belahan tes yg relatif paralel.
• Pembelahan yang sering digunakan adalah cara pembelahan gasal genap atau matched-random subsets.
Langganan:
Postingan (Atom)